Selasa, 26 Maret 2013

Laporan Praktikum Fisika Farmasi Emulsifikasi

LAPORAN RESMI KELOMPOK B3
EMULSIFIKASI
SENIN, 18 MARET 2013
D-3 FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN
TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG
2013
Di Susun Oleh Kelompok B3 :
1.Devi Rahmayanti (30511010)
2.Elda Damayanti (30511016)
3.Hesti Apriyani (30511026)
4.Itjce Swenda Manalu (30511030)
5.Rimawati (30511044)
Dibawah Bimbingan :
1.Ratih Wigatiningsih, S. Farm., Apt
2.Eva Pahlani, S.Si.,Apt
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 1
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
2. Membuat meulsi dengan menggunakan eulgator golongan surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan HLB Butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
II. DASAR TEORI
Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik fase terdispers atau fase kontinu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu massa setengah padat (semisolid). Jadi sitem emulsi berkisar dari cairan (lotio) yang mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispers umumnya berkisar 0,1 – 10 mm, walaupun partikel sekecil 0,01 mm dan sebesar 100 mm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan.
Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing berbeda bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil. Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut :
a) Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada antarmuka minyak/air membentuk lapisan monomolekular dan mengurangi tegangan antarmuka.
b) Koloid hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar tetesan-tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w.
c) Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorpsi pada batas antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur dan membentuk suatu lapisan partikel di sekitar bola-bola terdispersi.
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 2
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi „a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat).
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase, yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi, inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Begitu terjadi inversi fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu pertanda dari ketidakstabilan.
Dari pertimbangan-pertimbangan ini, ketidakstabilan dari emulsi farmasi bisa digolongkang sebagai berikut:
1. Flokulasi dan creaming.
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot jenis.
2. Penggabungan (Koalesen) dan pemecahan (Deemulsifikasi)
Creaming harus dilihat secara terpisah dari pemisahan, karena creaming merupakan suatu proses bolak-balik, sedangkan pemecahan merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan kembali dengan mudah, dan dapat terbentuk kembali suatu campuran yang homogen dari suatu emulsi yang membentuk krim dengan pengocokan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. Jika terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mensuspensikan kembali bola-bola tersebut dalam suatu bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung. Telah dilakukan suatu usaha yang dapat dipertimbangkan untuk mempelajari ketidakstabilan pemecahan.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 3
3. Berbagai jenis perubahan kimia dan fisika.
4. Inversi fase.
Kestabilan Emulsi
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:
1. Tegangan antar muka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 4
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat yang Digunakan
Nama Alat
Gambar
Nama Alat
Gambar
1. Mortir dan Stamper
2.Beaker Glass
3.Spatel Logam
4.Pipet Tetes
5.Gelas Ukur
6.Kompor Listrik
3.2 Bahan yang Digunakan
1. Tween 80
2. Span 80
3. Aquadest
4. Oleum Cocos
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 5
VI. PROSEDUR PRAKTIKUM
4.1 Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB besar.
4.2 Tabel Jumlah Tween 80, Span 80, Minyak dan air yang dibutuhkan untuk masing – masing harga HLB.
HLB Butuh
Tween 80
Air
Span 80
Oleum Cocos
6
0,4766 gram
20 ml
2,5234 gram
20 ml
7
0,757 gram
20 ml
2,243 gram
20 ml
8
1,0378 gram
20 ml
1,9622 gram
20 ml
9
1,3177 gram
20 ml
1,6829 gram
20 ml
Hitunglah jumlah Tween 80 dan Span 80 yang dibutuhkan untuk masing- masing harga HLB Butuh.
Masukan campuran span 80 + minyak kedalam mortir. Aduk ad homogen. Tambahkan campuran tween 80 + air kedalam mortir sedikit demi sedikit sambil diaduk ad homogen.
Panaskan mortir dengan air panas.
Campurkan minyak dengan span 80 dan air dengan tween 80.
Lalu panaskan diatas penangas air sampai suhu 600 C.
Timbang masing – masing minyak 20 gram, air 20 ml, tween 80, span 80 sejumlah yang dibutuhkan.
Masukan kedalam botol dan beri tanda untuk masing – masing HLB. Amati kestabilannya selama 1 minggu. Catat pada HLb berapa emulsi relative paling stabil.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 6
V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Data Pengamatan Sediaan Emulsi dari Masing – masing Seri Emulsi
HLB
Butuh
Volume Awal
(Vo)
Volume Aklhir
(Vu)
F
Pengamatan selama 1 minggu
Fase Minyak
Fase Air
6
6,80 cm
2,0 cm
4,8 cm
0,29
Terjadi peristiwa Creaming. Tetapi setelah pengocokan sebanyak 5x, larutan kembali terdispersi Kemudian, setelah didiamkan terjadi pemisahan fase minyak dan fase air kembali dengan waktu yang lambat.
7
6,90 cm
1,90 cm
5,0 cm
0,27
Terjadi peristiwa Creaming. Tetapi kembali terdispersi setelah pengocokan 5x. Setelah didiamkan pemisahan fase air dan fase minyak kembali terjadi dengan waktu yang lambat.
8
6,80 cm
1,75 cm
5,5 cm
0,17
Terjadi peristiwa Creaming. Tetapi setelah dikocok sebanyak 5x, larutan dapat terdispersi kembali. Dan saat didiamkan kembali terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dengan cepat.
9
6,85 cm
1,15 cm
5,7 cm
0,16
Terjadi peritiwa creaming. Tetapi setelah dikocok sebanyak 5x, larutan dapat terdispersi kembali. Dan saat didiamkan kembali terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air yang lebih cepat dibanding HLB 8, 7 dan 6.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 7
5.2 Data Pengamatan Creaming yang Terbentuk Dari Masing-masing Seri Emulsi
5.3 Data Nilai F (Volume Sedimentasi) dari Setiap Kelompok
HLB
Kelompok B1
Kelompok B2
Kelompok B3
Kelompok B4
Kelompok B5
Rata-Rata Nilai F
6
0,33
-
0,29
-
0,33
0,32
7
0,28
-
0,27
-
0,33
0,29
8
0,29
-
0,17
-
0,27
0,24
9
0,27
-
0,16
-
0,26
0,23
10
-
0,33
-
0,37
-
0,35
11
-
0,32
-
0,34
-
0,47
12
-
0,32
-
0,33
-
0,32
13
-
0,41
-
0,32
-
0,36
HLB Butuh
Creaming yang Terbentuk
6
2,0 cm
7
1,90 cm
8
1,75 cm
9
1,15 cm
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 8
VI. PERHITUNGAN - PERHITUNGAN
6.1 Penentuan HLB Butuh Minyak dengan Jarak HLB Besar
R/ Minyak 20
Tween 80 3,0
Span 80
Air ad 100 ml
1.Perhitungan HLB 6
a x 15,0 + 4,3 ( 3 – a ) = 6 x 3
15,0 a + 12,9 – 4,3 a = 18
10,7 a = 18 – 12,9
Tween 80 yang dibutuhkan a = 0,4766 gram
Span 80 yang dibutuhkan = ( 3-a )
= 3 – 0,4766 = 2,5234 gram
2.Perhitungan HLB 7
a x 15,0 + 4,3 ( 3 – a ) = 7 x 3
15,0 a + 12,9 – 4,3 a = 21
10,7 a = 21 – 12,9
Tween 80 yang dibutuhkan a = 0,757 gram
Span 80 yang dibutuhkan = ( 3-a )
= 3 – 0,757 = 2,243 gram
3.Perhitungan HLB 8
a x 15,0 + 4,3 ( 3 – a ) = 8 x 3
15,0 a + 12,9 – 4,3 a = 24
10,7 a = 24 – 12,9
Tween 80 yang dibutuhkan a = 1,0378 gram
Span 80 yang dibutuhkan = ( 3-a )
= 3 – 1,0378 = 1,9622 gram
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 9
6.2 Perhitungan Nilai F (Volume Sedimentasi) dari Masing – masing Seri Emulsi.
Volume Sedimentasi yang terbentuk dapat dihitung dengan  F =
HLB Butuh 6 → F = = 0,29
HLB Butuh 7 → F = = 0,27
HLB Butuh 8 → F = = 0,17
HLB Butuh 9 → F = = 0,16
4.Perhitungan HLB 9
a x 15,0 + 4,3 ( 3 – a ) = 9 x 3
15,0 a + 12,9 – 4,3 a = 27
10,7 a = 27 – 12,9
Tween 80 yang dibutuhkan a = 1,3177 gram
Span 80 yang dibutuhkan = ( 3-a )
= 3 – 1,3177 = 1,6829 gram
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 10
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum fisika farmasi ini, kita melakukan percobaan emulsifikasi, pada percobaan ini digunakan air dan minyak kelapa (Oleum Cocos). Air dan minyak kelapa mempunyai perbedaan sifat kepolaran dan perbedaan berat jenis. Air dengan rumus molekul H2O memiliki sifat polar karena momen dipolnya tinggi, Minyak kelapa memiliki sifat non polar karena momen dipolnya yang kecil. Akibat perbedaan kepolaran ini air dan minyak kelapa tidak dapat menyatu, karena sifat pelarutan adalah kecendrungan “like dissolves like”. Pelarut yang bersifat polar akan larut di pelarut yang bersifat polar juga, dan pelarut yang bersifat non polar akan larut di pelarut yang bersifat non polar juga. Berat jenis air lebih tinggi daripada minyak, sehingga ketika dilarutkan air berada di bawah minyak.
Untuk membuat suatu sediaan emulsi, diperlukan suatu emulgator. Emulgator ini akan berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air sehingga air dan minyak dapat menyatu. Emulgator yang paling umum digunakan adalah surfaktan. Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa yang bersifat amphifil. Senyawa amphifil adalah senyawa yang mempunyai gugus polar dan gugus non polar. Pada percobaan ini digunakan surfaktan kombinasi yaitu tween 80 dan span 80 sebagai emulgator.
Karena pada percobaan kali ini digunakan surfaktan yang kombinasi yaitu tween 80 dan span 80, maka diperlukan nilai HLB (Hydrophylic – Lypopilic Balance) butuh minyak. HLB butuh minyak setara dengan HLB campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk emulsi yang stabil. HLB butuh minyak ini perlu ditentukan apabila emulsi menggunakan kombinasi surfaktan. HLB butuh minyak harus berada di rentang nilai HLB kombinasi surfaktan. Pada prakktikum ini digunakan surfaktan tween 80 dengan nilai HLB 15,0 yang dtambahkan air 20 ml dan span 80 nilai HLBnya 4,3 yang ditambahkan minyak kelapa 20 ml.
Pencampuran Tween 80 dengan air (fase air) karena nilai HLB Tween 80 relatif tinggi yaitu sebesar 15. Nilai HLB yang tinggi menunjukkan bahwa Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air yang bersifat polar. Sedangkan Span 80 dicampur dengan oleum cocos (fase minyak), karena Span 80 memiliki nilai HLB yang lebih rendah yaitu 4,3 dan menunjukkan bahwa Span 80 bersifat non polar sehingga dapat bercampur dengan minyak.
Pada praktikum emulsifikasi ini, praktikan mengamati kestabilan emusli dengan mengamati ada/tidaknya creaming pada sediaan emulsi yang telah diketahui nilai HLB-nya.
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 11
Setiap kelompok mengamati masing-masing empat sediaan emulsi dengan nilai HLB butuh tiap kelompok adalah Kelompok B1, B3, B5 HLB butuh 6, 7, 8, 9 dan kelompok B2 dab B4 nilai HLB butuh 10, 11, 12, 13.
Dari semua sediaan emulsi yang kelompok kami (B3) buat, sediaan tesebut didiamkan selama satu minggu. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa dari semua seri emulsi dengan nilai HLB butuh berturut-turut 6, 7, 8, 9 menghasilkan creaming di bagian atas dengan tinggi yang bervariasi. Terbentuknya creaming menandakan emulsi yang terbentuk tidak stabil. Creaming yang terbentuk mengarah ke atas. Berikut grafik pengamatan Creaming yang terbentuk dari seri emulsi yang dibuat oleh kelompok kami (B3).
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semua HLB mengalami creaming. Tinggi creaming pada emulsi dengan HLB 6 lebih tinggi dibandingkan tinggi creaming pada HLB 7, 8,9. Tinggi creaming tersebut menunjukan kestabilan dari suatu emulsi, dimana apabila creaming yang terbentuk lebih tinggi maka emulsi lebih tidak stabil, dan apabila tinggi creaming yang terbentuk lebih rendah maka seri emulsi ltersebut lebih stabil.
Kemudian masing – masing seri emulsi dilakukan pengocokan sebanyak 5X, setelah pengocokan semua larutan kembali terdispersi membentuk emulsi. Namun pada saat didiamkan pemisahan yang terjadi antara fase minyak dan fase air pada HLB 6 ini terjadi sangat lambat dibanding HLB lainnya. Berdasarkan grafik dapat terlihat juga bahwa, emulsi dengan nilai HLB 9 memiliki laju creaming yang sangat kecil sehingga tinggi creaming lebih rendah daripada HLB lain. Sehingga pada saat didiamkan kembali terjadi pemisahan fase minyak dan fase air lebih cepat dibandingkan dengan HLB 6, 7, dan HLB 8.
2
1,9
1,75
1,15
0
0,5
1
1,5
2
2,5
HLB 6
HLB 7
HLB 8
HLB 9
Y= Creaming yang Terbentuk (Cm)
dan X = HLB butuh
Tinggi creaming yang
Terbentuk (Cm)
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 12
Selain mengamati creaming yang terbentuk dari setiap seri emulsi dengan masing-`masing nilai HLB butuh. Kami juga mengukur berapa volume sedimentasi yang dibentuk pada saat terjadinya creaming pada masing – masing seri emulsi. Berikut grafik hasil pengukuran volume sedimentasi yang diperoleh berdasarkan data pengamatan yang kelompok kami (B3) lakukan.
Nilai F berhubungan dengan hasil percobaan system disperse pada praktikum sebelumnya dimana suatu sediaan emulsi atau suspense dikatakan baik (stabil) apabila mempunyai nilai F mendekati sama dengan 1. Selain semakin kecil nila F maka emulsi tersebut lebih stabil, dan apabila nilai F yang dihasilkan lebih besar maka seri emulsi cenderung tidak stabil.
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, emulsi dengan nilai HLB 6 dan 7 merupakan emulsi paling tidak stabil karena nilai F yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan HLB yang lain yakni 0,29 dan 27. Hal itu karena seri emulsi HLB 6 memiliki tinggi creaming lebih besar sehingga lebih tidak stabil. Sedangkan emulsi dengan nilai HLB 8 dan 9 nilai F yang dihasilkan lebih kecil yaitu sebesar 0,17 dan 0,16. Hal itu karena pada HLB 8 dan 9 creaming yang terbentuk lebih rendah dari seri HLB 6 dan 7. Namun semua seri emulsi yang dibuat kelompok kami masih cukup baik karena menghasilkan nilai F mendekati sama dengan 1.
Untuk membandingkan seluruh data hasil pengamatan dari setiap kelompok pada masing – masing seri emulsi dengan nilai HLB butuh yang berbeda, maka dibuat grafik perbandingan dengan terlebih dahulu menghitung nilai F rata – rata dari setiap kelompok untuk masing-masing seri emulsi yang nilai HLB nya sama.
0,29
0,27
0,17
0,16
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
HLB 6
HLB 7
HLB 8
HLB 9
Y = Nilai F dan X = HLB Butuh
F (Volume
Sedimentasi)
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 13
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa emulsi dengan nilai HLB butuh 13 memiliki nilai volume sedimentasi (F) rata-rata yang lebih besar dibandingkan HLB lainnya yakni sebesar 0,36. Nilai F yang lebih besar ini disebabkan oleh tingginya creaming yang terbentuk pada suatu seri emulsinya. Artinya bahwa seri emulsi dengan HLB 13, merupakan seri emulsi yang lebih tidak stabil dibandingkan seri emulsi HLB yang lain. Sedangkan emulsi dengan nilai HLB 9 memiliki nilai volume sedimentasi (F) rata –rata yang lebih kecil sebesar 0,23, oleh karena itu seri emulsi HLB 9 lebih stabil dibandingkan seri emulsi lainnya karena creaming yang terbentuk juga lebih rendah. Namun creaming yang terbentuk pada semua seri emulsi masih bisa diperbaiki dengan pengocokan sebanyak 5x, hal itu menunjukkan bahwa semua seri emulsi yang telah dibuat untuk masing – masing Harga HLB 6,7,8,9,10,11,12,13 masih cukup baik.
. Sehingga apabila diurutkan berdasarkan hasil uji dispersibilitas dari hasil pengamatan semua kelompok, yakni HLB 9 < HLB 8 < HLB 7 < HLB 6 < HLB 12 < HLB 11< HLB 10< HLB 13.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum emulsifikasi yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum digunakan surfaktan kombinasi yaitu tween 80 dan span 80 sebagai emulgator.
2. Semua seri emulsi dengan nilai HLB butuh 6, 7, 8, 9 menghasilkan creaming di bagian atas dengan tinggi yang bervariasi, diantaranya :
 HLB butuh 6 menghasilkan tinggi creaming = 2,0 Cm
0,32
0,29
0,24
0,23
0,35
0,33
0,32
0,36
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
HLB 6
HLB 7
HLB 8
HLB 9
HLB 10
HLB 11
HLB 12
HLB 13
Y = F ( Volume Sedimentasi) dan X = Nilai HLB Butuh
F (Volume Sedimentasi)
[LAPORAN RESMI KELOMPOK B3] 11 Maret 2013
Laporan Praktikum Fisika Farmasi | 14
 HLB butuh 7 menghasilkan tinggi creaming = 1,90 Cm
 HLB butuh 8 menghasilkan tinggi creaming = 1,75 Cm
 HLB butuh 9 menghasilkan tinggi creaming = 1,15 Cm
3. Nilai F ( volume sedimentasi) yang diperoleh dari masing – masing seri emulsi dengan nilai HLB 6, 7, 8, 9, diantaranya :
 HLB butuh 6, nilai F yang dihasilkan sebesar 0,29 Cm
 HLB butuh 7, nilai F yang dihasilkan sebesar 0,27 Cm
 HLB butuh 8, nilai F yang dihasilkan sebesar 0,17 Cm
 HLB butuh 9, nilai F yang dihasilkan sebesar 0,16 Cm
4. Dari hasil praktikum kelompok B3 semua seri emulsi baik, namun yang lebih stabil adalah seri emulsi HLB 9 dengan nila F yang lebih medekati 1.
5. Hasil uji dispersibilitas yang dilakukan pada masing-masing HLB butuh berturut-turut, yakni: HLB 6 < HLB 7 < HLB 8 < HLB 9.
6. Dari data semua kelompok, seri emulsi yang paling stabil adalah seri emulsi dengan HLB butuh 9 dan yang tidak stabil adan seri emulsi dengan nilai HLB 13.
7. Berdasarkan hasil uji dispersibilitas dari hasil pengamatan semua kelompok, yakni HLB 9 < HLB 8 < HLB 7 < HLB 6 < HLB 12 < HLB 10 < HLB 11< HLB 13.
XI. DAFTAR PUSTAKA
- Tim Dosen (2013)., “Modul Penuntun Praktikum Farmasi fisika”, Jurusan Farmasi, Poltekes TNI AU. Bandung.
- Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
- Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen kesehatan RI
- Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesi.
Bandung, 27 Maret 2013
Pengawas Praktikan
( ) Kelompok B3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar