BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan Tentang Manggis (Garcinia mangostana Linn.)
1.
Klasifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana Linn.)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Clusiaceae (Guttiferae)
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana Linn. (wordpress, 2011).
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Clusiaceae (Guttiferae)
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana Linn. (wordpress, 2011).
Gambar 2.1 Manggis (Garcinia
mangostana Linn.) (www.camsh.com).
2.
Nama
Daerah
Di
Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama local seperti Manggu (Jawa
Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera
Barat), Mangih (Minangkabau), Mangustang (Halmahera), Manggis (Jawa)
(wordpress.com, 2011).
3.
Morfologi
Manggis
merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun.
Pohon manggis selalu hijau dengan tinggi 6-20 meter. Manggis mempunyai batang
tegak, batang pohon jelas, kulit batang coklat, dan memiliki getah kuning. Daun
manggis tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang berhadapan. Manggis
mempunyai bunga betina 1-3 di ujung batang, susunan menggarpu, dan garis tengah
5-6 cm. kelopak daun manggis dengan dua daun kelopak terluar hijau kuning, dua
yang terdalam lebih kecil, bertepi merah, melengkung kuat, tumpul. Manggis
mempunyai 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning,
tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari mandul (staminodia) biasanya
dalam tukal (kelopak). Bakal buah be-ruang 4-8, kepala putik berjari-jari 5-6.
Buah manggis berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan
kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu,
dengan getah kuning. Biji 1-3, diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair,
putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna). Manggis
mempunyai waktu berbunga antara bula Mei – Januari (Rukmana, 1995).
4.
Unsur Kimia
Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn) mengandung
senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, saponin, triterpenoid, tanin, fenolik,
flavonoid, glikosida dan steroid. Metabolit sekunder utama dari kulit buah
manggis adalah inti xanthone. Senyawa utama dari xanthone adalah α-mangostin dan γ-mangostin (Jung et al., 2006). Pada
kulit buah manggis mengandung senyawa lain diantaranya mangostenol,
mangostinon, trapezifolixanton, caloxanton (wordpress.com, 2012).
Xanthone merupakan derivate dari
campuran polifenol yang mempunyai aktivitas biologis yang signifikan dalam
sistem in vitro (Linuma et al. 1996). Sebagian besar xanthone ditemukan dalam
tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttiferae,
Moraceae, Polygalaceae, dan Gentianaceae (Sluis, 1985 ; ashfarkurnia.wordpress.com, 2011).
5.
Manfaat Manggis
Tanaman
manggis selain digemari buahnya, kulit buahnya juga dikenal sebagai peluruh
haid, obat sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), obat disentri
(Heyne,1987). Antosianin yang memberikan warna ungu dalam kulit buah manggis
dapat digunakan sebagai alternatif pewarna alami untuk makanan dan tekstil
(Wijaya, 2009). Kulit buah manggis secara in vitro mempunyai aktivitas
anti Plasmodium falsiparum
(Mahabusarakam et al., 1986), antibakteri (Linuma et al.,
1996), antioksidan (Moongkarndi et al., 2002), menginduksi apoptosis
pada sel leukemia (Matsumoko et al., 2003), antijerawat dan anti TBC (Dikutip
dari wordpress.com, 2010).
6.
Kandungan Kimia
a.
Xanthone
Xanthone ialah
bioflavonoid dengan molekul biologi aktif yang memiliki struktur cincin 6
karbon dan kerangka karbon rangkap, sehingga sangat stabil. Di alam ada 200
jenis xanthone, sejumlah 50 di antaranya ditemukan di kulit buah manggis.
Sifat antioksidan xanthone dalam
kulit buah manggis dengan kadar yang tinggi memiliki sifat yang baik dan
bermanfaat bagi tubuh, seperti anti-peradangan, anti-diabetes, anti-kanker,
anti-bakteri, antijamur, anti-plasmodial, dan mampu meningkatkan kekebalan
tubuh, hepatoprotektif. Di dalam senyawa xanthone
yang paling banyak terkandung dalam buah manggis ialah kandungan α-mangostin
dan γ-mangostin (repository.ipb.ac.id, 2013).
Gambar 2.2 Rumus
Bangun Xanthone.
(www.sarimanggis.com,
2012).
b.
Saponin
Menurut Gunawan dan
Mulyani (2004), glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya
berupa sapogenin. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid atau saponin
triterpenoida. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk, menyebabkan bersin dan sering
mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa
menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis. (Swaidatul, 2011
seperti dikutip dari Riska, 2013).
Saponin mengakibatkan hemolisis,
sehingga relatif berbahaya bagi semua organisme bila saponin diberikan secara
parenteral. Setengah sampai beberapa mg/kgBB saponin dapat berakibat fatal dan
mematikan pada pemberian intravena. Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan,
terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorbsi zat aktif secara
farmakologis. (Swaidatul, 2011seperti yang dikutip oleh Riska, 2013).
Gambar 2.3 Rumus Bangun Saponin (http://en.wikipedia.org)
c.
Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada
tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol. Golongan
flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam
bentuk aglikonnya menurut Markham (1988). (dikutip dari repository.ipb.ac.id,
2013).
Flavonoid adalah salah satu grup
dari polifenol alami yang terdiri dari 3000 struktur yang mempunyai inti flavon
C-15 yang sama yaitu dua cincin benzene (A dan B) yang berikatan dengan
oksigen. Efek medicinal dari flavonoid mencakup efek meningkatkan integritas
vaskuler, anti trombotik, vasodilator, antivirus (Robinson, 1995). Menurut
Jawetz et al., (1992) fenol dan banyak senyawa fenolik merupakan
unsur-unsur antibakteri yang kuat. Pada konsentrasi yang biasa digunakan, fenol dan
derivatnya menimbulkan denaturasi protein (Riska, 2013).
Gambar 2.4 Rumus Bangun Flavanoid
(www.wikipedia.org, 2013).
d.
Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam
senyawa polifenol (Deaville et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan
mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan
fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan
ikatan silang yang besar dan komplek yaitu protein tannin (Ahadi, 2003) (Dikutip
dari repository.ipb.ac.id, 2013).
Tanin juga berfungsi sebagai desinfektan yang mampu
menghambat pertumbuhan organisme (bakteriostatik) dan mampu mematikan suatu
organisme. Adapun fungsi tanin yaitu sebagai pelindung dehidrasi, proses
pembusukan, dan mengurangi pembengkakan. Pada kadar tanin yang tinggi, tanin
mempunyai arti pertahanan pada tumbuhan yaitu mengusir hewan pemangsa tumbuhan.
Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma
sehingga apabila hewan memakan tumbuhan yang mengandung tanin, maka reaksi
penyamakan akan terjadi. (Harbourne, 1989 seperti yang dikutip oleh Riska, 2013).
Gambar 2.5 Rumus Bangun Tanin
(www.maskarizakariah.blogspot.com, 2013).
B.
Tinjauan Tentang Bakteri Staphylococcus aureus
1.
Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Fimucutes
Class : Bacilli
Orde : Bacillales
Family : Staphyloccaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus
aureus (G.M. Garrity, et al., 2007).
2.
Morfologi
Bakteri
Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. Berbentuk kokus dan tersusun seperti
buah anggur. Ukuran Staphylococcus aureus
berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada
media agar, Staphylococcus aureus
memiliki diameter 0,5-1,0 μm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung protein, karbohidrat, peptidoglikan dan terdapat vili yang ditutupi asam
lipotheikoat yang penting dalam pelekatan pada sel epitel (Tedjo, 1996).
3.
Tempat
Hidup
Staphylococcus
aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan
tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini
biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Bakteri ini juga
sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan
saluran usus (Supardi, 1999).
4.
Perbiakan
Staphylococcus
aureus mudah tumbuh pada hampir semua perbenihan
bakteriologik dalam suasana aerob maupun mikro aerophilik. Staphylococcus aureus tumbuh optimum pada suhu tubuh, tetapi paling
baik membentuk pigmen pada suhu kamar, koloni pada pembenihan berbentuk bulat,
halus dan berkilauan membentuk berbagai pigmen (Tedjo, 1996).
5.
Pertumbuhan
Suhu
optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus
adalah 35°C -37°C dengan suhu minimum 6,7 °C dan suhu maksimum 45,4°C. Bakteri
ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5. pertumbuhan pada pH
mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik
untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan
akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik,
bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan
sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin,
sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat
tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. Staphylococcus aureus tahan terhadap
suhu dibawah titik beku tetapi sensitif terhadap lingkungan asam dan berbagai
senyawa kimia dan antibiotik (Supardi dan Sukamto, 1999; Ruri, 2012).
6.
Patogenesis
Sifat khas infeksi Staphylococcus aureus adalah penahanan lokal dari setiap fokus.
Organisme dapat menyebar melalui saluran getah bening ke bagian tubuh lainnya
(Bonang, 1986). Staphylococcus aureus
menginfeksi siapa saja tanpa pandang bulu, terutama pada tubuh yang lemah
sistem imunnya. Infeksi pada kulit atau luka luar biasanya berakibat pada
penanahan, misalnya bisul atau luka bernanah lainnya. Area infeksi berwarna
merah, bengkak, dan terasa sakit bila disentuh. Dalam kondisi parah,
pembengkakan tersebut berkembang menjadi impetigo
(pengerasan dari kulit) atau cellulitis
(peradangan pada jaringan di bawah kulit). (Berghe, Paxton, 1991, Tedjo, 1996).
7. Pencegahan
Cara untuk pencegahan Staphylococcus
aureus yaitu dengan penyinaran sinar ultra violet pada tempat tidur, baju
bekas penderita atau melarang penderita memasuki daerah-daerah tertentu,
misalnya kamar bersalin, kamar bedah atau unit perawatan intensif (ICU)
(Bonang,
1986).
C.
Antibiotik
Golongan Sefalosporin (Sefadroksil)
Antibiotik β-laktam
adalah golongan antibiotika yang memiliki kesamaan komponen struktur
berupa adanya cincin beta-laktam dan umumnya
digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik β-laktam
diantaranya : penisilin, sefalosporin, monobaktam, dan karbapenem senyawa yang
berbeda-beda ini sebagaimana dinyatakan dalam namanya ditandai oleh cincin β-laktam yang beranggota 4 gugus
karboksil yang biasanya ada dalam molekul memungkinkan terbentuknya garam,
sehingga zat menjadi larut baik dalam air (biasanya garam natrium) (Ernst,
1991).
1.
Aktivitas
Antibakteri
Seperti
halnya antibiotik β-laktam lain,
mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat sintesis dinding sel
mikroba. Yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram-positif
maupun Gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat
bervariasi.
In
vitro, sefalosporin generasi pertama memperlihatkan
spektrum antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman Gram-positif.
Keunggulannya dari sefalosporin ialah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil
penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus dan Streptococcus termasuk S. pyogenes, S. viridans dan S. pneumoniae. Bakteri
Gram-positif yang juga sensitif ialah S.
anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas
antimikroba berbagai jenis sefalosporin generasi pertama sama satu dengan yang
lain.
2.
Sifat Fisika
Kebanyakan
sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih, coklat, atau kuning muda, yang
biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang bisa berbentuk kristal.
Sefalosporin umumnya tidak memiliki titik leleh yang tinggi. Sifat asamnya
umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada cincin
dihidrothizin.
3.
Sifat Kimia
Adanya gugus β-laktam sangat memepengaruhi sifat kimia dari sefalosporin. Bentuk
geometri cincin dengan ikatan rangkap didalamnya, menjadikan sefalosporin
sebagai molekul yang cukup stabil karena memungkinkan terjadinya resonansi.
Sefalosporin
terbagi dalam 4 kelompok atau generasi yang terutama didasarkan atas aktivitas
antimikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa
pembuatannya.
4.
Indikasi
Sefalosporin
generasi I sangat baik untuk mengatasi infeksi kulit dan jaringan lunak oleh S. Aureus dan S. Pyogenes. Pada tindakan bedah untuk mencegah kontaminasi bakteri
yang berasal dari flora kulit, pemberian dosis tunggal sefazolin sesaat sebelum
tindakan dilakukan merupakan terapi profilaksis dengan hasil yang baik. Obat
ini juga sangat efektif untuk mengatasi infeksi oleh K. pneumoniae. Perlu mendapat perhatian bahwa sefalosporin generasi
I tidak dianjurkan untuk mengatasi infeksi sistemik yang berat.
Gambar 2.7
Struktur Kimia Sefadroksil
(sumber: http://
wikimedia.org, 2013)
Sefadroksil adalah obat antibiotika
sefalosporin generasi pertama yang merupakan turunan para-hidroksi dari sefaleksin. Secara
organoleptis sefadroksil merupakan serbuk hablur berwarna putih dan berbau
khas. Sefadroksil ini berspektrum luas yaitu mampu menghambat dan membunuh
bakteri positif ataupun negatif. Sefadroksil digunakan untuk mengatasi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi ringan hingga
sedang, seperti infeksi pada kulit, infeksi saluran tenggorok dan infeksi
saluran kencing. Contoh dari bakteri ini adalah Staphyllococcus aureus, Streptococcus
pneumonia, Streptococcus pyogenes, Moraxella
catarrhalis, E. coli, Klebsiella, dan Proteus
mirabilis.
D.
Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam melakukan
ekstrasi yaitu pemilihan pelarut yang sesuai dengan sifat-sifat polaritas
senyawa yang ingin diekstraksi ataupun sesuai dengan sifat kepolaran
kandungan kimia yang diduga dimiliki simplisia tersebut, hal lain yang perlu
diperhatikan adalah ukuran simplisia harus diperkecil dengan cara perajangan
untuk memperluas sudut kontak pelarut dan simplisia, tapi jangan terlalu halus
karna dikhawatirkan menyumbat pori-pori saringan menyebabkan sulit dan lamanya
proses ekstraksi.
Ada beberapa metode
ekstraksi, yaitu :
1.
Cara
Dingin
a.
Maserasi
Maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
b.
Perkolasi
Perkolasi
adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan
bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan) (Depkes RI, 2000).
2.
Cara
Panas
a.
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
b.
Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut
yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
c.
Digesti
Digesti adalah
maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C
(Depkes RI, 2000).
d.
Infus
Infus adalah
proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang
larut dalam air dari bahan alam. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan
menyari simplisia menggunakan air pada temperatur 96-980C selama
15-20 menit (Depkes RI, 2000).
e.
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 3000C)
dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
E.
Pengujian
Aktifitas Antibakteri
Pengujian
aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa besar potensi atau
konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme (Dart,
1996).
Ada
tiga macam metode yang digunakan untuk pengkajian aktivitas antibakteri, yaitu:
1.
Metode
Penyebaran (Diffusion Method)
a.
Metode Cakram Kertas (Paper Disk Method)
b.
Metode Cairan Dalam cincin (Ring Diffusion Method)
c.
Metode Lubang (Hole Plate Method)
2.
Metode
Pengenceran (Dilution Method)
a.
Metode Pengenceran Agar (Agar Dilution Method)
b.
Metode
Pengenceran Tabung (Tube Dilution
Method)
3.
Metode
Bioautografi (Bioautografy Method)
a.
Metode Bioautogragi Kontak (Contact Bioautografy)
b. Method Bioautografi Langsung (Direct Bioautografy)
c.
Metode Bioautografi Pencelupan (Immersion Bioautografy).
1.
Metode
Penyebaran
Metode ini dilakukan dengan cara menanam
bakteri dalam media agar padat yang sesuai selanjutnya diletakkan dalam cakram
atau silinder yang telah ditetesi dengan larutan uji atau bisa juga bahan uji
dimasukkan dalam lubang atau cangkir agar yang telah dibuat pada media. Media
yang berisi inokulum bakteri dan bahan uji diinkubasi pada suhu 35 ⁰C selama 18-24 jam.
Aktivitas anti bakterinya dilihat dengan mengukur daerah disekitar cakram,
lubang atau cangkir agar yang tidak ditumbuhi bakteri. Makin besar diameter
daerah hambatan pertumbuhan tersebut berarti aktivitas bahan uji terhadap
bakteri makin baik (Tedjo, 1996).
2.
Metode
Pengenceran
Metode
pengenceran dapat dilakukan dengan pengenceran dalam tabung maupun dengan
pengenceran agar. Cara pengenceran dalam tabung dilakukkan dengan mengencerkan
bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan dua secara bertahap sehingga
didapatkan beberapa konsentrasi dengan kelipatan setengahnya, sedangkan pada
pengenceran agar menggunakan satu seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan
uji yang berbeda. Selanjutnya diinokulasi dengan suspensi bakteri dan inkubasi
selama 24 jam pada suhu 35-37⁰C
kemudian diamati hambatan pertumbuhan bakteri dengan membandingkan kekeruhan
atau pertumbuhannya dengan kontrol yang mengandung media konsentrasi
penghambatan minimal didapatkan pada tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi.
Metode ini digunakan untuk mengetahui harga kadar hambat minimal suatu bahan
antibakteri (Tedjo, 1996).
3.
Metode
Bioautografi
Metode ini
sangat berguna untuk mengetahui senyawa baru atau yang belum diketahui
aktivitas anti bakterinya. Bahan uji dipindahkan ke dalam cawan petri yang
berisi agar dan inokulum bakteri melalui proses difusi. Bioautografi kontak
menggunakan prinsip difusi senyawa yang terpisah dengan kromotografi lapis
kertas. Lempeng kromatografi ditempatkan pada permukaan agar yang telah diinokulasi
bakteri. Setelah kurang lebih 30 menit lempeng dipindahkan, diinkubasi dan
diamati senyawa anti bakteri akan berdifusi pada lapisan agar dan menghambat
pertumbuhan bakteri. Pada bioautografi langsung zona hambatan diamati secara
langsung pada lempeng kromatografi yang telah disemprot suspensi bakteri dalam
media cair dan diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Sedangkan metode
bioautografi pencelupan dilakukan dengan mencelupkan lempeng kromatografi ke
dalam media yang telah diinokulasi bakteri, setelah media yang menempel pada
lempeng kromatografi mengeras, diinkubasi dan dilakukan pengamatan daerah
hambatan. (Tedjo, 1996).
4.
Tinjauan Tentang Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakram kertas (Paper Disk Method) dengan alasan metode
ini sering digunakan di laboratorium, lebih mudah penggunaannya, dan dapat
langsung dibandingkan dengan standar atau kontrol positif dan kontrol
negatifnya dalam satu cawan petri. Parameter yang diukur yaitu daerah jernih
yang ada disekitar kertas cakram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar