I PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Praktikum
·
Mahasiswa dapat
memahami proses pembuatan sediaan emulsi
·
Mahasiswa dapat
menentukan nilai HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan sediaan emulsi
·
Mahasiswa dapat
mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas emulsi
·
Mahasiswa mampu
memahami evaluasi sediaan emulsi
1.2
Prinsip Praktikum
·
Penentuan nilai
HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulssi sesuai dengan
konsentrasi surfaktan sesuai formulasi.
·
Pembuatan
sediaan emulsi dengan terlebih dahulu mencampurkan fase air dengan tween 80 dan
fase minyak dengan span 80, kemudian kedua fase tersebut dicampurkan pada suhu
70oC hingga terbentuk suatu emulsi.
·
Evaluasi
stabilitas sediaan emulsi dengan mengamati apakah terjadinya pemisahan antara
fase minyak dan fase air dalam suatu system emulsi.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak
yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem
ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang
merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase
pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi
yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar
dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi
(Surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan
dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang
akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar
fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung
dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung
(koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat
pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling agar memperoleh emulsa
yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan dulu dalam air panas dan
dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-agar tidak
larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai.
Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena
viskositas larutannya yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator
adalah merupakan campuran dengan emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween,
Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat emulsi dengan minyaknya dengan
diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). Semua emulgator bekerja dengan
membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan
film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi
tipe M/A di mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana
fase intern adalah air dan fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah
P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo, Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol,
Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-lainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi
perlu diberi pengawet yang cocok.
Emulsa
dapat dibedakan dalam:
1.
Emulsa Vera (Emulsi alam) dan
2.
Emulsa Spuria (Emulsi buatan)
Pembuatan
emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab, dengan
perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab
yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan
adalah 1,5 x berat PGA.
2.2 Definisi Sulfaktan
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus
polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak
(lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari
minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan
tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun
netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar
biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis
dari turunan minyak bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena
sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan
baku yang tidak dapat diperbarui.
2.3 Tipe Emulsi
Salah satu fase
cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air), sedangkan
lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
- Bila fase
minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem
tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
- Bila fase
minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai
produk air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o,
ntuk tipe o/w menggunakan zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan
tadi yakni natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat.
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut :
- Penggunaan
zat-zat yang mempertinggi viskositas
- Perbandingan
opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4 bagian meskipun
disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
- Penggunaan
alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :
1. flokulasi dan creaming
Ini
terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas
permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang
letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya
lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi.
Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau
disebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
2. Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini
terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja, tetapi
juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen
adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan
demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua
fasa terpisah menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak
dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan
suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah
surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan
air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa
terdispersinya.
Secara kimia
molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan nonpolar. Apabila surfaktan
dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke
fasa minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung
membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih
kuat maka akan membentuk emulsi air dalam minyak. Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-nonpolar dari surfaktan. Metode yang
dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang ditambahkan
adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
2.4 Nilai HLB
HLB
adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa hidrofilik (suka air)
dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga HLB berarti semakin
banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator tersebut lebih mudah
larut dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu emulgator ditinjau dari
harga HLB-nya.
HARGA
HLB K E G U N A A N
1 – 3 Anti foaming
agent
4 – 6 Emulgator tipe
w/o
7 – 9 Bahan pembasah (
wetting agent)
8 – 18 Emulgator tipe
o/w
13 – 15 Detergent
10 – 18 Kelarutan
(solubilizing agent)
Rumus
I
A % b = ((x – HLB b)/
HLB a – HLB b) x 100 %
B % a = ( 100% – A%)
Keterangan :
x = Harga HLB yang
diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah
Rumus II
(B1 x HLB1) + (B2 x
HLB2) = (B campuran x HLB campuran)
2.2
URAIAN BAHAN
1.
Oleum Ricini (Sumber FI III, hlm.
459)
Ø Nama
Lain : Minyak Jarak
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas.
Ø Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning
pucat atau hamper tidak
berwarna, bau lemah ; rasa manis
kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
Ø
Kelarutan :
larut dalam 2,5 bagian etanol (90 %) P , mudah larut
dalam etanol
mutlak dan dalam asetat glacial P.
Ø Bobot
per mL : 0,953 gram – 0,964 gram.
Ø Khasiat :
laksativum.
Ø Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terisi
penuh.
2. Air suling (Sumber
FI III hlm 96)
Ø Nama
Resmi : Aqua destillata
Ø Nama
Lain : aquades, air
suling
Ø RM\BM : H2O\18,02
Ø Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Ø Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Ø Penggunaan : Sebagai fasa cair
3. Span 80 (Handbook
Pharmacy, 121)
Ø Nama
Resm : Sorbotin Monooleat
Ø Nama
lain : Span 80
Ø
Pemerian : Larutan berminyak, tidak
berwarna, bau karakteristik dari asam lemak
Ø
Kelarutan : Praktis tidak larut, tetapi
terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut dalam
minyak kapas.
Ø
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Ø
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe minyak
Ø HLB
butuh : 4,3
4.
Tween
80 (Handbook
Pharmacy, 347)
Ø Nama
Resmi : Polyoxyethyllene sorbitan
monooleate
Ø Nama
lain : Tween 20
Ø
Pemerian : Cairan kental seperti minyak,
jernih kuning, bau karakteristik dari asam lemak
Ø
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam
etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
minyak biji kapas P.
Ø Peyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Ø Kegunaan : Sebagai emulgator tipe air
Ø HLB
butuh :15,0
III METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan
Bahan
ALAT
|
BAHAN
|
Ø
Timbangan
Ø
Mortir dan
Stamper
Ø
Batang
pengaduk
Ø
Gelas ukur
Ø
Pipet tetes
Ø
Kaca Arloji
Ø
Cawan porselin
|
Ø
Oleum Richini
Ø Tween 80
Ø Span 80
Ø
Aquadest
|
|
2.3 Perhitungan
HLB butuh
·
HLB butuh yang digunakan yaitu 12
·
Konsentrasi Surfaktan 2,5 gram
·
HLB Tween 80 15,0
HLB Span 80 4,3
·
Twee 80 = x 100
= x 100 %
= x 100 % = 71,96%
·
Penimbangan Tween 80 = x 2,5 gram = 1,799 gram ~ 1,8 gram
·
Span 80 = 100 % - 71,96% = 28,04%
·
Penimbangan Span
80 = 0,701 gram
2.4 Penimbangan Bahan
Penimbangan Bahan untuk
Pembuatan Sediaan Emulsi sebanyak 2 Botol
1. Oleum Richini 10 gram x 2 =
20 gram
2. Tween 80 1,8 gram x 2 =
3,6 gram
3. Span 80 0,701 gram x 2 =
1,402 gram
4. Aquadest ad 100 mL
2.5 Prosedur Pembuatan
ü
Siapkan
semua alat dan bahan yang akan digunakan
ü
Tara
botol coklat 50 gram
ü
Panaskan
aquadest
ü Timbang
Oleum Richini, Span 80, Tween 80.
ü Masukan Span 80 dalam fase minyak (Oleum Richini). Panaskan
hingga suhu 70oC.(Campuran 1)
ü Masukan
Tween 80 dalam fase air. Panaskan hingga suhu 70oC. (Campuran 2)
ü
Panaskan
mortir dengan air panas.
ü Masukan
campuran 2 dan campuran 1 dalam mortir. Aduk ad hingga dingin.
ü
Tambahkan
aquadest ad 100mL.
ü
Timbang
emulsi dalam botol 50 gram
ü
Lakulan
evaluasi terhadap sediaan emulsi.
2.6 Evaluasi
Sediaan
1. Uji Pemerian
·
Keadaan yang di amati yaitu :
-
Warna,
-
Rasa,
-
Bau,
-
Kelarutan.
Pemberian dikatakan baik jika warna sirup tidak berubah dan bau tidak
hilang.
2. Pemeriksaan BJ
·
Ditimbang piknometer kosong ( W pikno
)
·
Piknometer
kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
·
Dihitung
selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
·
Selanjutnya
W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air
)
·
Larutan
sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong, kemudian
ditimbang ( Wpikno + emulsi )
·
Dihitung
selisih antara W pikno + emulsi dan W pikno didapat W emulsi
·
Selanjutnya
W emulsi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa
jenis emulsi
·
Massa
jenis emulsi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat
badan emulsi
·
Prosedur
diatas juga dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.
3. Pemeriksaan pH
·
Emulsi yang
telah jadi masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 mL
·
Lakukan
pengukuran pH menggunakan pH meter dengan mencelupkannya dalam emulsi.
4. Volume Terpindahkan
·
Masukan emulsi yang telah dibuat dalam botol coklat 50
gram yang telah di tara.
·
Tuang emulsi dari dalam botol ke dalam gelas ukur 100
mL
·
Amati volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang
telah dibuat
5. Pemeriksaan Viskositas
Mengukur
viskositas emulsi menggunakan Viskometer Brookfield :
·
Masukan emulsi kedalam beaker glass
·
Pasang alat brookfield dan masukan spindel dalam emulsi
·
Pilih pengatur kecepatan; amati jarum penunjuk pada
saat konstan
·
Catat angka yang ditunjuk jarum; hitung viskositasnya.
IV HASIL PENGAMATAN
4.1 . Uji
Pemerian
·
Bentuk : Emulsi tipe M/A (minyak dalam air)
·
Warna sirup :
Putih susu
·
Bau sirup :
Minyak Jarak
·
Rasa :
Hambar
4.2 Pemeriksaan pH
ü Derajat keasaman
sediaan emulsi yang dibuat adalah pH 7,3 (sediaan bersifat Basa Lemah).
4.3 Pemeriksaan BJ
Perhitungan
BJ
W
pikno = 17,30029 g
Wp
+ air = 45,1883 g/ml
W
air = 45,1883 g – 17,30029
g = 27,8880 g/ml
Wp
+ emulsi = 45,1570 g/ml
W
emulsi = 45,1570 g/ml – 17,30029 g
= 27,8567g/ml
Massa jenis emulsi =
= = 0,9988 g/ml
BJ = = 0,9988
4.5
Volume Terpindahkan
Volume
terpindahkan dari pembuatan sediaan emulsi adalah 104 mL.
4.6 Uji
Viskositas
Kecepatan : 30 rpm Koefisien : 10
Spindel : 2 Skala :
6
Viskositas = Skala x koefisien
= 2
x 10
= 60 cP
4.7 Pengamatan Kestabilan Emulsi
HLB Butuh
|
Volume Awal
(Vo)
|
Volume Akhir (Vu)
|
F
|
|
Fase Minyak
|
Fase Air
|
|||
12
|
104 mL
|
31 mL
|
73 mL
|
0,4246
|
F (Volume
Sedimentasi) =
F = = 0,4246
Keterangan :
Setelah
emulsi disimpan selama 24 jam, terbentuk lapisan – lapisan dengan konsentrasi yang berbeda – beda dalam
suatu emulsi (Creaming). Lapisan
dengan konsentrasi yang lebih pekat akan berada dibagian atas atau bawah
tergantung dari bobot jenisnya. Dalam sistem emulsi m/a (minyak dalam air) ini terjadi
pemisahan antara fase minyak dan fase air dimana fase minyak berada dibagian
atas dan fase air berada dibawah. Hal itu dikarenakan bobot jenis oleum ricini
lebih rendah dari pada air. Tetapi setelah dilakukan pengocokan kembali emulsi
kembali terdispersi kebentuk semula.
V.
PEMBAHASAN
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator
atau surfaktan yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Pada
percobaan ini digunakan dua surfaktan
yang dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis
sama dengan HLB minyak yang dibutuhkan.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe
air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai
fase minyak digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan
sebagai fase air adalah aquadest yang dicampur dengan tween 80.Emulsi oleum
ricnini digunakan sebagai laksativum.
Dalam pembuatan emulsi oleum ricini,
terlebih dahulu dihitung berapakah nilai HLB butuh yang akan digunakan dalam
pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan HLB campuran surfaktan yang digunakan
untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk emulsi yang stabil. Dimana nilai
HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance) sendiri merupakan angka yang menunjukan
ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilk dan lipofilk yaitu tween 80
dan span 80 sebagai surfaktan yang menjadi emulgator dalam pembuatan emulsi
oleum ricini. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofilk dan
lipofilk segaligus dalam molekulnya, oleh karena itu surfaktan digunakan
sebagai emulgator yang berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi
terdispersi dalam air.
Nilai HLB butuh yang digunakan
adalah 12. Dari hasil perhitungan nilai HLB buth maka diketahui penimbangan
tween 80 dan span 80 untuk setiap 50 gram emulsi yaitu 1,8 gram dan 0,701 gram.
Pembuatan sediaan emulsi dilakukan
dengan mencapurkan fase minyak dengan Span 80 dan fase air dengan tween 80.
Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air sedangkan span 80
bersifat nonpolar sehinggan dapat bercampur dengan minyak. Masing-masing
campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu 70oC. Pembuatan
emulsi dilakukan pada suhu yang sama yaitu 70oC untuk mencegah
pemisahan kembali antara fase minyak dan fase air yang telah dicampurkan.
Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian dimasuka ke dalam botol yang telah
ditara 50 gram. Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi terhadap sediaan emulsi
yang telah dibuat.
Emulsi oleum
ricini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk mengetahui
kestabilan fisik dari sediaan, namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah ditara dalam botol. Volume
terpindahkannya yaitu 104 mL. Sediaan emulsi mengalami kelebihan volume
sebanyak 0,4 mL.
Sediaan emulsi
yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak dalam air, berwarna putih susu, bau
minyak jarak serta rasa yang hambar dan lama kelamaan menimbulkan rasa mual.
Rasa mual tersebut disebabkan oleh sifat pemerian dari oleum ricini itu sendiri.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 7,3.
Kemudian dilakukan evaluasi viskositas dari emulsi menggunakan viskometer
Brookfield. Hasij uji viskositas dapat diketahui viskositas sediaan emulsi sebesar 60 cP. Viskositas ini mempengaruhi
kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang mempunyai viskositas
yang lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase
air selama penyimpanan. Bobot jenis emulsi sebesar 0,9988 gram/mL. Bobot jenis
emulsi lebih rendah dibandingan dengan bobot jenis air, hal itu dikarenakan
dalam emulsi mengandung fase minyak yaitu oleum ricini, dimana oleum ricini
memiliki bobot jenis yang lebih rendah dibandingkan air yaitu 0,953 gr/ml –
0,964 gr/ml. Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari sediaan emulsi yang kami
dapat tidak sesuai dengan literatur, hal itu disebabkan karena adanya kelebihan
dalam penambahan aquadest sehingga bobot jenis menjadi lebih besar dari
literatur.
Setelah
pembuatan, emulsi kemudian didiamkan selama 24 jam untuk mengamati kestabilan
dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Setelah didiamkan selama 24 jam emulsi
terlihat tidak stabil karena terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air.
Volume fase minyak yang terbentuk adalah
31 mL dan volume fase air yang terbentuk adalah 73 mL dengan nilai F sebesar
0,4246. Fase minyak berada dibagian atas
dan fase minyak berada dibagian bawah, itu disebabkan oleh bobot jenis oleum
ricini lebih rendah dibandingkan dengan air.
VI.
KESIMPULAN
Emulsi adalah
sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe
air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai
fase minyak digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan
sebagai fase air adalah aquadest yang dicampur dengan tween 80. Emulsi oleum
ricnini digunakan sebagai laksativum.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sediaan emulsi,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)
Uji
Organoleptik : sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (m/a), berwarna
putih susu, bau minyak jarak dan rasa hambar diikuti mual.
2)
Uji
Pemeriksaan pH ; pH sediaan emulsi adalah 7,3
3)
Uji
Pemeriksaan Bobot Jenis : Bobot jenis sediaan emulsi adalah 0,9988. BJ sediaan
tidak memenuhi persyaratan.
4)
Uji
Viksositas diperoleh sediaan emulsi dengan viskositas sebasar 60 cP.
5)
Volume
terpindahkan emulsi adalah 104 ml dan setelah didiamkan selama 24 jam terbentuk
creaming yaitu lapoisan yang memisahkan fase minyak dan fase air dengan nilai
volume sedimentasi (F) sebesar 0,4246.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar