BAB
II
URAIAN UMUM
2.1
Pengertian
Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/V/1990 adalah industri obat jadi dan
industri bahan baku. Industri oabt jadi adalah industri yang menghasilkan suatu
produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi tersebut
dapat berupa sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemilihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang
diproduksi oleh suatu industri, dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan
baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam proses
pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.
Menurut Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) tahun
2012 Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri
farmasi berfungsi membuat obat atau bahan obat, pendidikan, serta penelitian
dan pengembangan. Industri farmasi yang memproduksi obat dapat mendistribusikan
atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi,
apotek, instalasi farmasi rumah sakit (IFRS), pusat kesehatan masyarakat
(PUSKESMAS), klinik dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan. Sedangkan industri farmasi yang memproduksi bahan baku dapat
menyalurkan atau mendistribusikan produknya ke pedagang besar bahan baku
farmasi atau instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
i.
Definisi
CPOB merupakan kepanjangan dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman
pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin
mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Kesehatan
merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga
senantiasa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah
satu komponen kesehatan yang sangat strategis adalah tersedianya obat sebagai
bagian dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Obat berfungsi untuk meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat bahkan untuk menyelamatkan jiwa manusia harus
dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi.
Industri farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat
menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy),
keamanan (safety), dan mutu (quality) dalam dosis yang
digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut nyawa manusia maka
industri farmasi dan produk industri farmasi diatur secara ketat.
Peraturan-peraturan yang mengatur industri farmasi di Indonesia tertuang dalam
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
Sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi dan
berdasarkan keputusan Kepala Badan POM, maka CPOB tahun 1988 direvisi oleh tim
revisi CPOB pada tahun 2001. Selanjutnya untuk mengantisipasi era globalisasi
dan harmonisasi dalam bidang farm,asi terutama pemenuhan terhadap
persyaratandan standar produk farmasi global terkini. Oleh karena itu, Pedoman
CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi Pedoman CPOB yang dinamis yaitu
Pedoman CPOB tahun 2006.
Konsep CPOB
bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti
perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB meliputi 12 aspek,
yaitu :
ii.
Manajemen
Mutu
Industri farmasi harus mampu membuat obat agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya.
Diperlukan adanya manajemen mutu untuk dapat mencapai tujuan mutu secara
konsisten yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur
dasar manajemen mutu adalah suatu sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan sistematis diperlukan
untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga
produk (atau jasa layanan) yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Dalam aspek
manajemen mutu terdapat hal-hal penting, yaitu:
1.
Pemastian
mutu (QA)
Pemastian mutu merupakan totalitas
semua pengukuran yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
2.
Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Bagian dari pemastian mutu yang
memastikan bahwa obat dibuat dan dikehendaki secara konsisten untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin
edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup semua produksi dan pengawasan mutu.
3.
Pengawasan
mutu (QC)
Bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan
dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum
diluluskan tidak dapat dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan
dinyatakan memenuhi syarat. Fungsi/badan ini hendaknya bersifat independen dari
bagian lain.
4.
Pengkajian
mutu produk
Pengkajian
mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk
produk ekspor untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi
bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan
mengidentifikasi perbaikan yang biasanya dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan, dengan mempertimbangkan kajian ulang sebelumnya.
iii.
Personalia
Jumlah karyawan di semua bagian hendaknya memiliki
cukup pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya, memiliki
kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya
secara profesional dan sebagaimana mestinya, serta mempunyai sikap dan
kesadaran tinggi untuk melaksanakan sesuai CPOB. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah:
1. Organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab
Bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dalam
struktur organisasi perusahaan farmasi dipimpin oleh apoteker yang berlainan
agar tangggung jawab dan wewenang kedua bagian tersebut jelas. Masing - masing bagian diberi wewenang penuh
dan sarana yang cukup untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien.
Kedua bagian tersebut tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi
pabrik, sehingga dapat menghambat, membatasi tanggung jawab bagian tersebut dan
menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Selain itu,
seorang manajer produksi dan pengawasan mutu harus seorang apoteker yang
terampil, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang
Industri Farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan
melaksanakan tugas secara profesional.
Seorang manajer produksi memiliki wewenang serta
tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat, bertanggung jawab atas
kualitas obat, baik dengan manajer pengawasan mutu maupun manajer teknik.
Seorang manajer pengawasan mutu memiliki wewenang dan
tanggungjawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yaitu dalam penyusunan,
verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Selain itu,
seorang manajer pengawasan mutu memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan
spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya atau
bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang
ditentukan.
Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu
bersama-sama bertanggung jawab atau ikut bertanggung jawab dalam penyusunan dan
pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan
pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi
alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok
bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan dan
kemunduran mutu dan dalam penyimpanan catatan-catatan.
Tenaga penunjang untuk membantu tenaga inti tersebut
di atas, dapat ditunjuk tenaga yang terampil dalam jumlah yang sesuai untuk
melaksanakan supervisi langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu.
Disamping staf tersebut di atas hendaklah tersedia tenaga yang terlatih secara
teknis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan
pengawasan mutu yang sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah
ditentukan, serta memahami petunjuk kerja yang tertulis. Tanggung jawab yang
diberikan kepada setiap karyawan tidak boleh berlebihan sehingga dapat
menimbulkan risiko terhadap mutu obat.
2. Pelatihan
Pelatihan diberikan pada seluruh karyawan, baik yang
berhubungan langsung dengan proses produksi obat maupun tidak. Karyawan dilatih
mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya dan mengenai prinsip CPOB.
Pelatihan ini diberikan oleh tenaga ahli. Perhatian khusus dalam pelatihan
diberikan bagi mereka yang bekerja diruang steril dan bagi mereka yang bekerja
menggunakan bahan yang mempunyai risiko tinggi yang berbahaya, toksik,
menimbulkan sensitisasi.
Latihan mengenai CPOB harus dilakukan secara
berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para
karyawan memahami dan mengerti betul dengan persyaratan CPOB yang berkaitan
dengan tugasnya. Pelatihan mengenai CPOB dilaksanakan menurut program tertulis
yang telah disetujui oleh manajer produksi dan manajer pengawasan.
Catatan pelatihan karyawan mengenai CPOB disimpan dan
efektivitas program pelatihan hendaklah dinilai secara berkala. Setelah
mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan apakah mereka
telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya.
iv.
Bangunan
dan Fasilitas
Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang
bangun, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan
kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Sarana kerja yang memadai sangat
diperlukan untuk meminimalkan risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang
dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan
dan dikendalikan.
Syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB
adalah sebagai berikut:
1. Lokasi
bangunan dirancang untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air.
2. Gedung dirancang
dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui
tanah serta masuk dan bersarangnya hewan.
3. Pertimbangan
yang diperlukan dalam menentukan rancang bangun dan tata letak bangunan adalah
sebagai berikut:
a. Kesesuaian
dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam
sarana yang berdampingan.
b. Tata letak
ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
4. Permukaan
bagian dalam ruangan, dinding, lantai dan langit-langit harus licin, bebas dari
keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan, dan bila perlu mudah
didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap
air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien.
Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis
dibentuk lengkungan.
5. Bangunan
harus mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan
fasilitas pengendali udara.
6. Obat yang
mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi pada bangunan
terpisah yang dilengkapi peralatan pengendali udara khusus untuk produksi obat
tersebut.
7. Pencegahan
kontaminasi silang dilakukan terhadap produk oleh bahan biologi aktif atau
produk obat seperti steroid tertentu atau bahan sitotoksik yang dalam jumlah
sangat sedikit yang dapat menyebabkan efek fisiologis.
8. Pembagian
kelas ruangan dilakukan untuk memisahkan ruangan di dalam bangunan produksi,
misalnya ruangan ganti pakaian, ruangan bahan baku dan ruangan pengolahan
produksi.
9. Tersedianya
sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya: suhu, kelembaban dan
keamanan tertentu.
10. Pembuatan
saluran air limbah harus cukup besar dan mempunyai bak kontrol yang baik.
v.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki
rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan
dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara
seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan dan
peralatannya. Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai
berikut:
1.
Desain dan
konstruksi
a.
Peralatan yang digunakan tidak boleh
bereaksi atau menimbulkan akibat bagi bahan yang diolah.
b.
Peralatan dapat dibersihkan dengan
mudah baik bagian dalam maupun bagian luar serta peralatan tersebut tidak boleh
menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.
c.
Semua peralatan yang dipakai dalam
pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau ditempatkan di daerah di mana
digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan
elektris yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan sempurna.
d.
Peralatan yang digunakan untuk
menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah dikalibrasi menurut suatu
program dan prosedur yang tepat.
2.
Pemasangan
dan penempatan
a.
Pemasangan dan penempatan peralatan
diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif
dan efisien.
b.
Saluran air, uap, udara bertekanan
atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai
selama kegiatan berlangsung.
c.
Tiap peralatan utama hendaklah
diberi nomor pengenal yang jelas.
d.
Semua pipa, tangki, selubung pipa
uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah
kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi.
e.
Sistem-sistem penunjang seperti
sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum, kemurnian air,
penyulingan air dan fasilitas yang lainnya hendaklah divalidasi untuk
memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan
tujuan.
3.
Pemeliharaan
a.
Peralatan dirawat menurut jadwal
yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran
yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk.
b.
Prosedur-prosedur tertulis untuk
perawatan peralatan dibuat dan dipatuhi.
c.
Catatan mengenai pelaksanaan
pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama dicatat dalam buku catatan
harian. Catatan untukperalatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja
dapat dimasukkan ke dalam catatan produksi batch produk tertentu.
vi.
Sanitasi
dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan
pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, produksi serta wadahnya, dan
setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu.
1.
Personalia
a.
Semua karyawan menjalani pemeriksaan
kesehatan sebelum dan selama bekerja, dan pemeriksaan mata secara berkala.
b.
Semua karyawan menerapkan higiene
perorangan yang baik .
c.
Tiap karyawan yang mengidap suatu
penyakit yang dapat merugikan kualitas produk dilarang menangani bahan-bahan
sampai sembuh kembali.
d.
Semua karyawan melaporkan keadaan
yang dapat merugikan produk.
e.
Pemakaian sarung tangan untuk
menghindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan dan produk.
f.
Karyawan menggunakan pakaian
pelindung untuk keamanan sendiri.
g.
Hanya petugas yang berwenang yang
boleh memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas.
h.
Karyawan diinstruksikan agar mencuci
tangan sebelum memasuki daerah produksi.
i.
Merokok, makan, dan minum dilarang
di daerah produksi, laboratorium, dan daerah lain yang dapat merugikan produk.
j.
Prosedur perorangan diberlakukan
bagi semua orang.
2.
Bangunan
dan fasilitas
a.
Gedung dirancang dan dibangun dengan
tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.
b.
Toilet dengan ventilasi yang baik
tersedia dengan cukup.
c.
Tempat penyimpanan pakaian memadai.
d.
Tempat pencucian diletakkan di luar
daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi dengan suatu sistem yang baik.
e.
Penyimpanan, penyiapan dan konsumsi
makanan dibatasi di daerah khusus dan memenuhi standar kebersihan.
f.
Sampah tidak boleh dibiarkan
menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai.
g.
Rodentisida, insektisida, bahan
fumigasi, dan bahan pembersih tidak boleh mencemari peralatan dan bahan-bahan.
h.
Ada prosedur tertulis (SOP/Standart
Operation Prosedure) yang menunjukkkan penanggungjawab sanitasi dan higiene.
3.
Pembersihan
dan Peralatan
a.
Peralatan dibersihkan, dijaga dan
disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali kebersihannya
sebelum dipakai.
b.
Pembersihan dilakukan dengan cara
vakum atau basah, dan sedapat mungkin dihindari pencemaran produk.
c.
Pembersihan dan penyimpanan alat dan
bahan pembersih dilakukan dalam ruangan yang terpisah dari pengolahan.
d.
Prosedur yang tertulis untuk
pembersih dan sanitasi dibuat dipatuhi dan dilaksanakan.
e.
Catatan pembersihan, sanitasi,
sterilisasi, dan inspeksi diri disimpan.
Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi
Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan
dievaluasi secara berkala untuk memastikan prosedur yang bersangkutan cukup
efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
vii.
Produksi
Produksi
dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat
menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
1.
Bahan awal
a. Semua
pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan dicatat, meliputi keterangan mengenai
persediaan.
b. Setiap bahan
awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi.
c. Untuk setiap
kiriman dan batch diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas yang jelas.
d. Pada saat
penerimaan barang dilakukan pemeriksaan visual, dan contoh yang diambil
petugas, diuji terhadap spesifikasi bahan yang bersangkutan.
e. Kiriman
bahan awal dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai.
f. Label
dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu.
g. Persediaan
awal diperiksa dalam selang waktu tertentu.
h. Bahan awal
yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, disimpan dalam suhu udara yang diatur.
i.
Bahan awal yang cenderung rusak
potensinya dalam penyimpanan dinyatakan batas umurnya.
j.
Pengeluaran bahan awal dilakukan
oleh petugas yang berwenang.
k. Tersedianya
daerah penyerahan yang tersisa untuk mencegah adanya kontaminasi silang.
l.
Semua bahan awal yang tidak memenuhi
syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau
dikembalikan ke pemasok.
2.
Validasi Proses
a. Semua proses
produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan dengan tepat menurut prosedur
yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan.
b. Sebelum
suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah
untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi.
c. Perubahan
peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang.
d. Proses dan
prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin.
3.
Pencemaran
Pencemaran
kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mengurangi
daya terapetik atau mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima.
4.
Sistem penomoran batch dan lot
a.
Sistem penomoran dijabarkan secara
rinci
b.
Sistem penomoran saling berkaitan
dengan produk yang dibuat.
c.
Sistem penomoran menjamin bahwa nomor
tidak digunakan berulang dan memudahkan penandaan suatu produk bila terjadi
sesuatu.
d.
Pemberian nomor dicatat dalam buku
harian.
5.
Penimbangan dan Penyerahan
a.
Metode penanganan, penimbangan,
perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis.
b.
Semua pengeluaran bahan dan
produk didokumentasikan.
c.
Bahan dan produk yang boleh
diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu.
d.
Sebelum dilakukan penimbangan
dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan.
e.
Kapasitas, ketepatan, dan ketelitian
alat timbang sesuai dengan jumlah bahan.
f.
Pada setiap penimbangan, pengukuran
dilakukan pembuktian kebenaran ketepatan identitas dan jumlah bahan.
g.
Kebersihan tempat penimbangan dan
penyerahan dijaga.
h.
Penimbangan dan penyerahan
menggunakan peralatan yang cocok dan bersih.
i.
Bahan baku produk yang diserahkan
diperiksa ulang untuk meminimalkan resiko penyalahgunaan dan kesalahan bahan
baku yang akan diproduksi.
6.
Pengembalian
Semua bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke
gudang penyimpanan adalah produk yang memenuhi persyaratan spesifikasi yang
telah ditetapkan dan didokumentasikan dengan benar serta direkonsilasi.
7.
Pengolahan
a.
Semua bahan yang dipakai diperiksa
dahulu.
b.
Kondisi daerah pengolahan dipantau
dan dikendalikan.
c.
Peralatan yang digunakan diperiksa
terlebih dahulu.
d.
Semua kegiatan pengolahan mengikuti
prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan
alasan dan penjelasan.
e.
Wadah dan penutup bahan dan produk
bersih.
f.
Semua wadah dan peralatan yang
berisi bahan dan produk diberi label yang tepat.
g.
Semua produk diberi label yang tepat
dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.
h.
Seluruh pengawasan dalam proses
harus dicatat dan diteliti.
i.
Hasil sesungguhnya dicatat dan
dicocokkan dangan hasil teoritis.
j.
Dalam seluruh tahap pengolahan,
diperhatikan masalah pencemaran silang.
8.
Bahan dan produk kering
a.
Bahan dan produk kering,
penanganannya menimbulkan masalah debu, dan karenanya perlu dipasang sistem
penghisap untuk mencegah penyebaran debu. Produk hendaklah dilindungi
dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal dalam peralatan.
b.
Pencampuran dan granulasi. Mesin
pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu.
Parameter dan operasional tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Untuk bahan
yang berisiko tinggi menggunakan kantong pelindung. Pada pembuatan dan
penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran.
c.
Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi
dengan fasilitas memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan
penandaan.
d.
Penyalutan. Menggunakan alat spray
yang bekerja secara otomatis dan sudah divalidasi daya semprotnya.
e.
Pengisian kapsul keras, kapsul
kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi yang baik.
f.
Pemberian tanda tablet bersalut dan
kapsul harus jelas dan dapat dimengerti.
g.
Produk cairan, krim dan salep dibuat
terlindung dari pencemaranmikroba dan pencemaran lainnya.
9.
Pengemasan
Produk ruahan menjadi obat jadi, yang dilaksanakan dengan pengawasan yang
ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.
Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan intruksi yang diberikan
dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
10.
Obat kembali
Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik jika :
a.
Adanya
kerusakan kualitas teknik obat
b.
Adanya
reaksi merugikan dari obat. Misalnya karena label atau kemasan luar kotor atau
rusak, dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikut asalkan tidak
ada resiko terhadap mutu propduk dan pengerjaan pengolahan ulang hendahlah
disahkan dan didokumentasikan secara khusus.
Obat kembalian dari peredaran dapat dijual kembali atau diolah kembali
jika telah dilakukan evaluasi secara cermat dan hasil pemeriksaan ulang oleh
bidang pemastian mutu dinyatakan memenuhi syarat.
viii.Pengawasan Mutu
Pengawasan
mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa
produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi
dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan (BPOM, 2006).
Pengawasan
mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium
termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas,
program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi,
penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan,
produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).
Area
laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Selain itu
bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan
apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan
pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik.
Dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah
menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil
pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan
sampel dan penyelidikan.
ix.
Inspeksi
diri, Audit
Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok
Tujuan
inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1.
Hal-hal yang diinspeksi adalah
mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan, bahan awal obat dan obat jadi,
peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan gedung dan
peralatan.
2.
Tim inspeksi diri ditunjuk oleh
pemimpin perusahaan sekurang-kurangnya tiga orang dari bidang yang berlainan
dan paham mengenai CPOB.
3.
Pelaksanaan dan selang waktu
inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
4.
Laporan inspeksi diri mencakup hasil,
penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan.
5.
Tindak lanjut inspeksi diri
berdasarkan laporan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.
Audit mutu berguna sebagai pelengkap dari inspeksi
diri, yang meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim khusus. Audit
mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Daftar pemasok
yang disetujui hendaknya ditinjau ulang secara berkala dan dievaluasi secara
teratur.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) bertanggung jawab bersama bagian
lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan
memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan. Dibuat daftar pemasok
yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas.
Dilakukan
evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau
spesifikasi. Evaluasi dilakukan dengan
mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit
diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam
pemenuhan standar CPOB.
x.
Penanganan Keluhan Terhadap Produk
dan
Penarikan Kembali Produk
Semua
keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan
obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, maka
disusun suatu sistem.
Penarikan
kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini
dilakukan bila ada produk yang menimbulkan efek samping atau masalah medis
lainnya yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan
keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian
dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan
perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.
Pelaksanaan Penarikan Kembali
a.
Tindakan
penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada
produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan
b.
Pemakaian
produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan
cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan
kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen
c.
Sistem
dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin
bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan
tuntas
d.
Pedoman
dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk
memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan
efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
xi.
Dokumentasi
Dokumentasi
pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi dan manajemen yang
meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen
penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian
ruangan serta peralatan, dokumen dalam pengamanan keluhan obat dan obat jadi,
dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri,
pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi karyawan.
xii.
Pembuatan
dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Dilakukan
untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima
kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan
tiap bets produk yang menjadi tanggung jawab kabag pemastian mutu (QA).
xiii.
Kualifikasi
dan Validasi
1.
Validasi
Validasi
adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses,
prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan
(CPOB, 2006).
a.
Perencanaan validasi
Semua kegiatan validasi hendaknya
direncanakan dahulu dan di dokumentasikan sementara secara singkat, tepat dan
jelas dalam RIV (Rencana Induk Validasi). RIV sekurang-kurangnya mencakup:
kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan
fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen,
protokol, dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan;
pengendalian perubahan; acuan dokumen yang digunakan.
b.
Dokumentasi
Protokol validasi tertulis dibuat
untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan, serta merinci
langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan disetujui
oleh kabag QA. Laporan harus dibuat yang mengacu pada protokol kualifikasi
dan/atau protokol validasi yang mencakup seluruh hasil yang diperoleh serta
penyimpangan yang terjadi dan perbaikan yang telah dilakukan dan
didokumentasikan. Setelah kualifikasi selesai diberikan persetujuan tertulis
untuk dapat melanjutkan tahap kualifikasi dan validasi.
c.
Macam – macam Validasi
1). Validasi proses
Terdapat 3
macam cara untuk melaksanakan validasi proses:
a)
Validasi prospektif, validasi proses
sebelum produk dipasarkan.
b)
Validasi konkuren, validasi proses
dilakukan selama proses produksi rutin.
c)
Validasi retrospektif, validasi yang
dilakukan pada proses yang sudah berjalan (diambil dari data-data sebelumnya).
Validasi ini tidak berlaku jika terjadi perubahan formula, peralatan dan
prosedur pembuatan.
2). Validasi pembersihan
Pembersihan
dilakukan dengan metode analisis yang tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk
mendeteksi residu atau cemaran serta memiliki batas deteksi yang peka untuk
mendeteksi tingkat residu atau cemaran. Prosedur pembersian untuk produk dan
proses serupa dilakukan pembersian pada rentang interval waktu tertentu. Syarat
metode tersebut telah tervalidasi adalah dengan melaksanakan prosedur 3 kali
secara berurutan dengan hasil memenuhi persyaratan.
3). Validasi ulang
Fasilitas,
sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan secara berkala
dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi yang telah dilakukan masih absah.
Jika terjadi perubahan maka dibutuhkan validasi ulang/revalidasi.
4). Validasi metode analisa
Tujuannya
adalah untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaanya.
Validasi metode analisis umumnya dilakukan 4 tahapan: uji identitas, uji
kuantitatif kemurnian kandungan, uji batas impuritas, dan uji kuantitatif zat
aktif dalam sampel bahan atau obat atau komponen obat tertentu.
Karakteristik validasi yang umumnya perlu
diperhatikan, yaitu: akurasi, presisi, repeatability, intermediate precision,
spesifikasi, batas deteksi/LOD, batas kuantifikasi/LOQ, linieritas, dan
rentang.
2.
Kualifikasi
Segala
kegiatan pembuktian dan pendokumentasian bahwa sebuah sistem dan atau alat
sudah terpasang dengan benar dan berfungsi secara benar sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan dan merupakan bagian dari validasi.
a.
Kualifikasi Desain (KD), merupakan
unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan
yang baru.
b.
Kualifikasi Instalasi (KI),
dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Persyaratan minimal untuk melakukan KI adalah: instalasi peralatan, pipa dan
sarana penunjang dan instrumen sesuai spesifikasi dan gambar teknik yang
didesain; pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan
peralatan dari pemasok; ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi
bahan konstruksi.
c.
Kualifikasi Oprasional (KO), KO
dapat dilakukan setelah KI. KO minimal mencakup: pengujian tentang proses,
sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi
yang mencakup batas oprasional atas dan bawah. Penyelesaian formal KO mencakup:
kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan, pemilihan operator dan
perawatan preventif. Penyelesaian KO fasilitas, sistem dan peralatan dilengkapi
dengan persetujuan tertulis.
d.
Kualifikasi Kinerja (KK), KK
dilakukan setelah KO selesai, meskipun dalam beberapa kasus KK disatukan dengan
KO. KK minimal mencakup: Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan
penganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan
berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan; dan
uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas atas dan
bawah.
e.
Kualifikasi fasilitas, peralatan dan
sistem terpasang yang telah oprasional agar dapat mendukung dan memverifikasi
parameter operasional dan batas variabel kritis pengoprasian alat. Selain itu
kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan, perawatan preventif serta
prosedur dan catatan pelatihan operator harus didokumentasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar