LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FISIKA FARMASI
“KELARUTAN”
I.
Tujuan
Praktikum
1. Menentukan
kelarutan suatu zat
2. Mengetahui
pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
3. Mengetahui
pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat
II.
Teori
yang Terkait
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat
dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu
dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam
500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan
persen (1).
Pelepasan zat aktif dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut
serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat
aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan
zat aktifnya (1).
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam
suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan
hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan
apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini
lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa
zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,
hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak
larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut,
walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil (5).
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
·
pH
·
temperatur
·
jenis pelarut
·
bentuk dan ukuran partilel zat
·
konstanta dielektrik pelarut
Fase larutan
dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan
padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair
misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan
terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini
dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain
misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka
nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut
larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam
air disebut larutan garam (air tidak disebutkan).
Zat terlarut
dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya
gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan
oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya
komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan
40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol
dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40
% air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah
sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai
air).
Sebutir
kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal
gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari
permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu
bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat
dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian
molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan
molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang).
Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu
berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula
+ air ⇔ larutan gula
Sifat
Larutan.
Sifat fisik
zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif,
aditif dan konstitutif. Dalam
bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumah zat
dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya
temperatur, tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari cairan
murni).
Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah
partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis,
penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga
sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat
nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari
konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam
cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan
seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat Aditif bergantung pada andil atom total
dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat
aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom
konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total
dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.
Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk
jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul.
Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan kelompok
molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif dan sebagian
konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan
antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat
konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe Larutan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan
keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas,
cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara
zat terlarut dan pelarut.
Zat Terlarut
|
Pelarut
|
Contoh
|
Gas
|
Gas
|
Udara
|
Zat Cair
|
Gas
|
Air dalam oksigen
|
Zat Padat
|
Gas
|
Uap iodium dalam udara
|
Gas
|
Zat Cair
|
Air berkarbonat
|
Zat Cair
|
Zat Cair
|
Alakohol dalam air
|
Zat Padat
|
Zat Cair
|
Larutan NaCl dalam air
|
Gas
|
Zat Padat
|
Hidrogen dalam paladium
|
Zat Cair
|
Zat Padat
|
Minyak mineral dalam parafin
|
Zat Padat
|
Zat Padat
|
Campuran
emas-perak, campuran alum
|
Larutan jenuh adalah
suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat
(zat terlarut).Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.Larutan lewat jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak
daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat
terlarut yang tidak larut (2).
Disamping
itu, kelarutan adalah fungsi sebuah parameter molekul.Pengionan struktur dan
ukuran molekul stereokimia dan struktur elektronik. Semuanya akan mempengaruhi
antar aksi pelarut dan terlarut, seperti pada bagian terdahulu, air membentuk
ikatan hydrogen dengan ion atau dengan senyawa non ionik, sedangkan polar
melalui gugus –OH, -NH, atau dengan pasangan elektron tak mengikat pada atom
oksigen atau nitrogen. Ion atau molekul akan memperoleh sampel hidrat dan akan
memisah dari bongkahan zat padat dan artinya melarut.
(Thomas Nagrady,
1992)
Kelarutan dalam Farmakope Indonesia,
diartikan dengan kelarutan pada suhu 200C (FI III) atau 250C
(FI IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zatpadat atau 1 bagian volume zat
cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
Kelarutan yang tanpa angka adalah
kelarutan pada suhu kamar (250C) pernyataan bagian dalam kelarutan
berarti bahwa 1 gram zat padat atau 1 mL zat cair dalam sejumlah mL pelarut.
Istilah Kelarutan
|
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan 1 bagian zat
|
Sangat mudah larut
|
Kurang dari 1
|
Mudah larut
|
1 – 10
|
Larut
|
10 – 30
|
Agak sukar larut
|
30 – 100
|
Sukar larut
|
100 – 1.000
|
Sangat sukar larut
|
1.000 – 10.000
|
Praktis tidak larut
|
Lebih dari
10.000
|
(Anief Moh, 2007)
Larutan yang mengandung zat terlarut
dengan konsentrasi maksimum sama dengan kelarutan yang disebut larutan jenuh.
Pada suatu larutan jenuh, zat terlarut berada dalamkesetimbangan antara fase
padat dengan ion-ionnya.
MX(s)
M+(aq) +
X-(aq)
Karena reaksi
merupakan kesetimbangan, maka dalam suatu larutan jenuh terdapat suatu tetapan
kesetimbangan yang disebut tetapan hasil kali kesetimbangan (Ksp).
(Anwar Budiman, 2004)
Penetapan blanko,
jika dalam pengujian dikehendaki penetapan blanko , dimadsudkan bahwa pengujian
dilakukan dengan cara sama menggunakan pereaksi yang sama dan jumlah sama.
(Anonim, 1979)
(Martin, 1991)
LARUTAN
IDEAL
Larutan ideal merupakan zat padat
dalam larutan ideal yang bergantung pada temperatur, titik leleh zat padat,
panas molar , yaitu panas yang diarbsorbsi apabila meleleh. Dalam larutan
ideal, panas pelarutan sama dengan panas peleburan, yang dianggap konstanta
tidak bergantung pada temperatur. Kelarutan ideal tidak dipengaruhi oleh sifat
pelarut. Persamaan yang diturunkan dari pertimbangan termodinamika untuk
larutan ideal zat padat dalam cairan adalah :
-log X2i
=
Keterangan :
-X2i =
kelarutan ideal zat terlarut dalam fraksi mol
-T0 =
titik leleh zat terlarut padat dalam derajat mutlak
-T = suhu
(K)
-R =
tetapan gas
LARUTAN NON IDEAL
Keaktifan zat terlarut dalam larutan
dinyatakan sebagai konsentrasi dikalikan dengan koefisien keaktifan. Apabila konsentrasi
diberikan dalam fraksi mol, keaktifan dinyatakan sebagai :
a2 = X2Y2
Dimana
Y2 pada skala fraksi mol dikenal sebagai koefisien keaktifan
rasional. Dengan mengubah logaritma, maka :
log a2 = log X2 - log Y2
Dalam
larutan ideal a2 = X2i karena Y2 = 1 dan
dengan demikian kelarutan ideal, persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk
keaktifan sebagai :
-log a2 = -log X2i
=
Bentuk
(w)1/2 dikenal dengan
parameter kelarutan dan ditujukkan oleh simbol 1 dan 2 untuk
pelarut yang zat terlarut. Persamaan kemudian ditulis dalam bentuk logaritma
umum sebagai :
Log
Y2 = ( 1 2)2
(Martin dkk,
1990)
.
III.
Alat
yang Dipergunakan
-
Beaker Glass 250 ml
-
Batang pengaduk
-
Erlenmeyer 250 ml
-
Labu ukur 50 ml
-
Labu Ukur 100 ml
-
Labu Ukur 1000 ml
-
Corong 75 mm
-
Kaca arloji
-
Gelas Ukur 100 ml
-
Kertas saring
-
Kertas perkamen
-
Pipet Ukur 10 ml
-
Pipet volume 1 ml
-
Spatel logam
-
Filler ball
-
Orbital Shaker
-
Spektrofotometer UV
IV.
Bahan
yang Dipergunakan
-
Aquadest
-
Alkohol
-
Propilenglikol
-
Tween 80
-
Larutan NaOH 0,01 N
-
Paracetamol sampel
V.
Cara
Kerja
A. Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
Buat campuran pelarut
sebagai berikut:
Air
|
Alkohol
|
Propilenglikol
|
100
ml
|
0
ml
|
0
ml
|
0
ml
|
100
ml
|
0
ml
|
0
ml
|
0
ml
|
100
ml
|
90
ml
|
10
ml
|
0
ml
|
80
ml
|
10
ml
|
10
ml
|
B. Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Buatlah 50 ml larutan
tween 80 dalam air:
Konsentrasi
|
Berat Tween 80
|
0,1%
b/v
|
100
mg/ 100 ml
|
0,2
% b/v
|
200
mg/ 100 ml
|
0,3
% b/v
|
300
mg/ 100 ml
|
0,4
% b/v
|
400
mg/ 100 ml
|
0,5
% b/v
|
500
mg/ 100 ml
|
C. Pembuatan
kurva kalibrasi parasetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
Paracetamol = 100 mg/
100 ml NaOH 0,01 N
Ppm
|
Ad
|
Volume
|
||
sampel
|
standar
|
sampel
|
standar
|
|
12
|
50
ml
|
100
ml
|
0,6
ml
|
1,2
ml
|
16
|
50
ml
|
100
ml
|
0,8
ml
|
1,6
ml
|
20
|
50
ml
|
100
ml
|
1 ml
|
2 ml
|
50
|
50
ml
|
100
ml
|
2,5 ml
|
5 ml
|
150
|
50
ml
|
100
ml
|
7,5 ml
|
15m
|
VI.
Gambar
Alat yang Dipergunakan
No
|
Gambar
|
Nama
Alat
|
1
|
|
Beaker
glass
|
2
|
|
Batang
pengaduk
|
3
|
|
Erlenmeyer
250 ml
|
4
|
|
Labu
Ukur 50 ml, 100 ml dan 1000 ml
|
5
|
|
Corong
75 mm
|
6
|
|
Kaca arloji
|
7
|
|
Gelas
ukur 100 ml
|
8
|
|
Pipet
Ukur 10 ml
|
9
|
|
Pipet
Volume
|
10
|
|
Filler
|
11
|
|
Orbital
shaker
|
12
|
|
Spektrofotometer
UV
|
VII.
Penimbangan
A. Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
1) Paracetamol
sampel
Sampel
|
AQ:AL:PG
100:0:0
|
AQ:AL:PG
0:100:0
|
AQ:AL:PG
0:0:100
|
AQ:AL:PG
90:10:0
|
AQ:AL:PG
80:10:10
|
Kertas kosong
|
0,13
|
0,1060
|
0,10
|
0,1003
|
0,10
|
Kertas + sampel
|
0,23
|
0,2128
|
0,20
|
0,2003
|
0,20
|
Kertas + sisa
|
0,13
|
0.1090
|
0,10
|
0,1004
|
0,10
|
Berat sampel
|
0,10
|
0,1038
|
0,10
|
0,0999
|
0,10
|
2) Paracetamol
standar
Sampel
|
AQ:AL:PG
100:0:0
|
AQ:AL:PG
0:100:0
|
AQ:AL:PG
0:0:100
|
AQ:AL:PG
90:10:0
|
AQ:AL:PG
80:10:10
|
Kertas kosong
|
0,13
|
0,0980
|
0,09
|
0,1056
|
0,10
|
Kertas + sampel
|
0,23
|
0,1987
|
0,19
|
0,2056
|
0,20
|
Kertas + sisa
|
0,13
|
0.0980
|
0,10
|
0,1060
|
0,10
|
Berat sampel
|
0,10
|
0,1007
|
0,09
|
0,0996
|
0,10
|
Ket:
AQ=Aquadest, AL=Alkohol, PG= Propilenglikol
B. Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1) Paracetamol
sampel
Sampel
|
0,1%
b/v
|
0,2
% b/v
|
0,3%
b/v
|
0,4%
b/v
|
0,5%
b/v
|
Kertas
kosong
|
0,11
|
0,1019
|
0,10
|
0,1004
|
0,09
|
Kertas+
sampel
|
0,21
|
0,2052
|
0,20
|
0,2004
|
0,19
|
Kertas
+sisa
|
0,11
|
0.1024
|
0,10
|
0,1005
|
0,09
|
Berat
sampel
|
0,10
|
0,1028
|
0,10
|
0,0999
|
0,10
|
2) Paracetamol
standar
Sampel
|
0,1%
b/v
|
0,2
% b/v
|
0,3%
b/v
|
0,4%
b/v
|
0,5%
b/v
|
Kertas
kosong
|
0,13
|
0,1127
|
0,08
|
0,1015
|
0,10
|
Kertas+
sampel
|
0,23
|
0,2135
|
0,18
|
0,2015
|
0,20
|
Kertas
+sisa
|
0,13
|
0.1135
|
0,09
|
0,1023
|
0,10
|
Berat
sampel
|
0,10
|
0,1000
|
0,09
|
0,0992
|
0,10
|
C. Pembuatan
kurva kalibrasi paracetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
1) Paracetamol
sampel
Sampel
|
12
ppm
|
16
ppm
|
20
ppm
|
50
ppm
|
150
ppm
|
Kertas
kosong
|
0,12
|
0,1060
|
0,10
|
0,1004
|
0,10
|
Kertas+
sampel
|
0,22
|
0,2127
|
0,20
|
0,2004
|
0,20
|
Kertas
+sisa
|
0,12
|
0.1065
|
0,10
|
0,1004
|
0,10
|
Berat
sampel
|
0,10
|
0,1062
|
0,10
|
0,1000
|
0,10
|
2) Paracetamol
standar
Sampel
|
12
ppm
|
16
ppm
|
20
ppm
|
50
ppm
|
150
ppm
|
Kertas
kosong
|
0,14
|
0,1099
|
0,09
|
0,1005
|
0,10
|
Kertas+
sampel
|
0,24
|
0,2100
|
0,19
|
0,2005
|
0,20
|
Kertas
+sisa
|
0,14
|
0.1100
|
0,10
|
0,1006
|
0,10
|
Berat
sampel
|
0,10
|
0,1000
|
0,09
|
0,099
|
0,10
|
VIII. Hasil Percobaan dan Pengamatan
A. Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
Campuran Pelarut
|
Berat sampel
|
Transmitan (T)
|
Absorban (A)
|
%kadar
|
|||
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
||
AQ:AL:PG
100:0:0
|
0,1000
|
0,1000
|
0,9
|
0,9
|
0,04575
|
0,0457
|
100 %
|
AQ:AL:PG
0:100:0
|
0,1007
|
0,1038
|
2,0
|
2,1
|
-0,30102
|
-0,3221
|
103,84 %
|
AQ:AL:PG
0:0:100
|
0,0900
|
0,1000
|
93,3
|
92,5
|
-1,97021
|
-1,96617
|
89,81 %
|
AQ:AL:PG
90:10:0
|
0,0996
|
0,0999
|
0,9
|
0,8
|
0,04575
|
0,09691
|
211,18 %
|
AQ:AL:PG
80:10:10
|
0,1000
|
0,1000
|
8,5
|
9,0
|
-0,92944
|
-0,95424
|
102,66 %
|
B. Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Konsentrasi surfaktan
|
Berat sampel
|
Transmitan (T)
|
Absorban (A)
|
%kadar
|
|||
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
||
0,1% b/v
|
0,1000
|
0,1000
|
3,3
|
3,3
|
-0,51851
|
-0,51851
|
100 %
|
0,2% b/v
|
0,1000
|
0,1028
|
6,7
|
7,7
|
-0,82607
|
-0,88649
|
104,39 %
|
0,3% b/v
|
0,0900
|
0,1000
|
16,2
|
14,4
|
-1,20957
|
-1,15839
|
86,19 %
|
0,4% b/v
|
0,0992
|
0,0999
|
40,5
|
40,6
|
-1,60747
|
-1,60853
|
99,36 %
|
0,5% b/v
|
0,1000
|
0,1000
|
18,0
|
20,1
|
-1,25531
|
-1,30320
|
103,81 %
|
C. Pembuatan
kurva kalibrasi parasetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
Volume
|
ppm
|
Berat sampel
|
Transmitan (T)
|
Absorban (A)
|
% Kadar
|
||||
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
Standar
|
Sampel
|
||
1,2 ml
|
0.6 ml
|
12
|
0,1000
|
0,1000
|
17,6
|
6,8
|
-1,24551
|
-0,83250
|
66,84 %
|
1,6 ml
|
0,8 ml
|
16
|
0,1000
|
0,1062
|
11,0
|
9,9
|
-1,04139
|
-0,99563
|
90,02 %
|
2 ml
|
1ml
|
20
|
0,0900
|
0,1000
|
5,4
|
5,7
|
-0,73239
|
-0,75587
|
92,88 %
|
5 ml
|
2,5 ml
|
50
|
0,0990
|
0,1000
|
0,8
|
1,2
|
0,09691
|
-0,07918
|
80,88 %
|
15 ml
|
7,5 ml
|
150
|
0,1000
|
0,1000
|
0,7
|
0,7
|
0,15490
|
0,15490
|
100 %
|
IX.
Perhitungan-perhitungan
A. Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
1. Pelarut=
Air:Alkohol:Propilenglikol= 100 ml:0 ml: 0 ml
T
sampel = 0,9
A = log
= log
= log 1,11111
= 0,04575
T
standar = 0,9
A = log
= log
= log 1,11111
= 0,04575
% kadar =
=
=
1 x 1 x 100%
=
100%
2. Pelarut=
Air:Alkohol:Propilenglikol= 0 ml: 100 ml: 0 ml
T
sampel = 2,1
A
= log
= log
=
log 0,47619
= -0,32221
T Standar = 2,0
A
= log
= log
=
l0g 0,5
=
-0,30102
Kadar % =
=
=
103,84%
3. Pelarut=
Air:Alkohol:Propilenglikol= 0 ml:0 ml: 100 ml
T
sampel = 92,5
A = log
= log
= log 0,01081
= -1,96617
T standar
= 93,3
A = log
= log
= log 0,01071
= -1,97021
% kadar =
=
=
0,99794 x 0,9 x 100%
=
89,81%
4. Pelarut=
Air:Alkohol:Propilenglikol= 90 ml: 10 ml: 0 ml
T
sampel = 0,8
A = log
= log
= log 1,25
= 0,09691
T standar
= 0,9
A = log
= log
= log 1,1111
= 0,04575
% kadar =
=
=
2,11825 x 0,99699 x 100%
=
211,18 % ( tidak sesuai )
5. Pelarut=
Air:Alkohol:Propilenglikol= 80 ml: 10 ml: 10 ml
T sampel = 9,0
A = log
= log
= log 0,11111
= - 0,95424
T standar = 8,5
A = log
= log
= log 0,11764
=
-0,92944
% kadar =
=
=
1,02668 x 1 x 100%
=
102,66%
B. Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1. Tween
80 0,1 % b/v
T sampel = 3,3
A = log
= log
= log 0,30303
= - 0,51851
T standar
= 3,3
A = log
= log
= log 0,30303
= -0,51851
% kadar =
=
=
1 x 1 x 100%
=
100%
2. Tween
80 0,2 % b/v
T Sampel = 7,7
A =
log
= log
=
log 0,12987
=
-0,88649
T Standar = 6,7
A =
log
= log
=
log 0,14925
=
-0,82607
Kadar % =
=
=
104,39 %
3. Tween
80 0,3 % b/v
T sampel = 14,4
A = log
= log
= log 0,06944
= - 1,15839
T standar
= 16,2
A = log
= log
= log 0,06172
= -1,20957
% kadar =
=
=
0,95768 x 0,9 x 100%
=
86,19 %
4. Tween
80 0,4 % b/v
T sampel = 40,6
A = log
= log
= log 0,02463
= - 1,60853
T standar
= 40,5
A = log
= log
= log 0,02469
= -1,60747
% kadar =
=
=
1,00065 x 0,99299 x 100%
=
99,36 %
5. Tween
80 0,5 % b/v
T sampel = 20,1
A = log
= log
= log 0,04975
= - 1,30320
T
sampel = 18,0
A = log
= log
= log 0,05555
= -1,25531
% kadar =
=
=
103,81 %
C. Pembuatan
kurva kalibrasi paracetamol dalam NaOH 0,01 N
a. Perhitungan
volume pengenceran kurva kalibrasi paracetamol
·
Kelompok 1
1.
PCT sampel
Ppm = 12
Ppm =
12 =
12 = 1 x
600 = 1000 V
V = 0,6 ml
2.
Pct standar
Ppm =
12 =
12 = 1 x
1200 = 1000 V
V = 1,2 ml
·
Kelompok 2
1.
PCT sampel
Ppm = 16
Ppm =
16 =
16 = 1 x
800 = 1000 V
V = 0,8 ml
2.
Pct standar
Ppm
=
16 =
16 = 1 x
1600 = 1000 V
V = 1,6 ml
·
Kelompok 3
1.
PCT sampel
Ppm = 20
Ppm =
20 =
20 = 1 x
1000 = 1000 V
V = 1 ml
2.
Pct Standar
Ppm =
20 =
20 = 1 x
2000 = 1000 V
V = 2 ml
·
Kelompok 4
1.
PCT sampel
Ppm = 50
Ppm =
50 =
50 = 1 x
2500 = 1000 V
V = 2,5 ml
2.
Pct Standar
Ppm =
50 =
50 = 1 x
5000 = 1000 V
V = 5 ml
·
Kelompok 5
1.
PCT sampel
Ppm = 150
Ppm =
150 =
150 = 1 x
7500 = 1000 V
V =7, 5 ml
2.
Pct Standar
Ppm =
150 =
150 = 1 x
15000 = 1000 V
V = 15 ml
b. Perhitungan
kadar kurve kalibrasi paracetamol
1. Konsentrasi
12 ppm
T sampel = 6,8
A = log
=
log
=
log 0,14705
=
-0,83250
T standar
= 17,6
A = log
=
log
=
log 0,5681
=
-1,24551
% kadar =
=
= 0,66840 x 1 x 100% = 66,84%
2.
Konsentrasi 16 ppm
T Sampel = 9,9
A =
log
=
log
=
log 0,10101
=
-0,99563
T Standar = 11,0
A =
log
=
log 0,09090
=
-1,04139
Kadar
% =
=
= 90,02 %
3. Konsentrasi
20 ppm
T sampel = 5,7
A = log
=
log
=
log 0,17543
=
-0,75587
T
standar = 5,4
A = log
=
log
=
log 0,18518
=
-0,73239
% kadar =
=
= 1,03205 x 0,9 x 100%
=
92,88%
4. Konsentrasi
50 ppm
T sampel = 0,8
A = log
=
log
=
log 1,25
=
0,09691
T
standar = 1,2
A = log
=
log
=
log 0,83333
=
-0,07918
% kadar =
=
= -1,22392 x 0,99 x 100%
=
80,88%
5. Konsentrasi
150 ppm
T sampel = 0,7
A = log
=
log
=
log 1,42857
=
0,15490
T
standar = 0,7
A = log
=
log
=
log 1,42857
=
0,15490
% kadar =
=
=
1 x 1 x 100%
=
100 %
X.
Pembahasan
Kelarutan adalah kadar jenuh solute
dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi
spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi
molekuler yang homogen.
Secara
kuantitatif, kelarutan merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh
pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel,
konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi
temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel
zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan
mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam
campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja.Gejala ini dikenal dengan
melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan
kelarutan zat disebut cosolvent.
Pada
praktikumini, zat yang diuji sebagai sampel dan standar adalah parasetamol.Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut campur dan pengaruh surfaktan
terhadap kelarutan parasetamol serta untuk membuat kurva kalibrasi parasetamol.
Pada
praktikum pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan parasetamol, menggunakan
pelarut tunggal dan pelarut campuran air, alcohol dan propilenglikol dengan
perbandingan yang berbeda.Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh jenis
pelarut atau polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik
zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada
struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu
molekul.Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat
tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk
membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.
Senyawa
polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya
gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah
larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar
akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam
minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl
tidak larut dalam minyak tanah.
Pelarut
polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
Ø Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam
Kristal.
Ø Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut
ini bersifat amfiprotik.
Ø Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut
non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena
konstanta dielektiknya yang rendah.Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen
dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan
zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi
dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul
pelarut non polar.Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk
mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
Menurut
FI IV hal 649, parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N dan mudah larut dalam etanol.Sementara itu, Menurut FI III hal
37, parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol
p; larut dalam larutan alkali hidroksida. Dari percobaan beberapa perbandingan
pelarut campur didapatkan kurva sebagai berikut:
Dari
kurva diatas terlihat kadar paracetamol yang tidak jauh berbeda, terkecuali
pada campuran pelarut air,alcohol, propilenglikol (90;10;0), kadar paracetamol
yang didapat dengan campuran pelarut air,alcohol, propilenglikol (90;10;0)
adalah 211,18%, Kadar ini kurang sesuai dengan literature yang kami peroleh,
dimana parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0%. Dan kadar parasetamol tertinggi terdapat pada 100% pelarut alcohol.
Namun kurang sesuai dengan literature. Dan kadar parasetamol yang sesuai dengan
literature terdapat pada 100% pelarut air.
Pada
praktikum juga dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh penambahan
surfaktan tween 80 pada kelarutan parasetamol.Surfaktan adalah suatu zat yang
sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri
atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar.apabila didispersikan dalam
air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan
mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara,
surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal
sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi
misel kritik (KMK).Menurut literatur yang kami dapat bahwa penambahan surfaktan
dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara
serbuk paracetamol dengan air. Dan didapatkan kurva sebagai berikut:
Dari
kurva diatas kadar paracetamol terendah didapat pada penambahan tween 80 0,4%
b/v didapatkan kadar paracetamol 86,19%. Kadar paracetamol tertinggi didapatkan
pada penambahan tween 80 0,2% b/v yaitu 104,39%.Sehingga dari kurva diatas,
kami belum dapat membuktikan yaitu semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang
digunakan maka konsentrasi suatu zat semakin banyak yang didapatkan.
Pada
pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam larutan NaOH 0,01 N didapatkan
kurva sebagai berikut:
Dari grafik
diatas, dapat dilihat kadar terendah didapat pada pengenceran parasetamol 12
ppm yaitu 66,84%. Dan kadar tertinggi terdapat pada pengenceran parasetamol 150
ppm yaitu 100,0%.Sehingga dari kurva diatas dari sebagian besar data yang kami
peroleh, dapat dilihat semakin tinggi pengenceran/ppm yang dilakukan maka
semakin tinggi pula kadarnya.
Faktor kesalahan yang
dapat terjadi sehingga kadar kurang sesuai, karena :
Ø Kurang telitinya dalam penimbangan zat uji pada sampel maupun
standar
Ø Kurang lamanya dalam pengocokan sehingga masih ada sampel yang
belum larut atau pada saat penyaringan terdapat zat yang tidak terlarut yang
terbawa sehingga tidak didapat larutan yang jenuh.
Ø Kurang telitinya dalam penggunaan dan pembacaan transmitter pada
spektrofotometer UV
XI. Kesimpulan
A.
Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
1.
Pelarut Air
100% didapatkan kadar paracetamol = 100 %
2.
Pelarut Alkohol
100% didapatkan kadar paracetamol = 103,84 %
3.
Pelarut
Propilenglikol 100% didapatkan kadar paracetamol = 89,81 %
4.
Pelarut Air
90%: Alkohol 10% didapatkan kadar paracetamol = 211,18 %
5.
Pelarut Air 80 %:
Alkohol 10% : Propilenglikol 10% didapatkan kadar paracetamol = 102,66 %
Dari hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan dari
campuran pelarut alcohol 100%.
B.
Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.
Penambahan
tween 80 0,1 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 100 %
2.
Penambahan
tween 80 0,2 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 104,39 %
3.
Penambahan
tween 80 0,3 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 86,19 %
4.
Penambahan
tween 80 0,4 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 99,36 %
5.
Penambahan
tween 80 0,5 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 103,81 %
Dari hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan pada
penambahan tween 80 0,2 % b/v.
C.
Pembuatan kurva
kalibrasi paracetamol dalam NaOH 0,01 N
1.
Konsentrasi
parasetamol 12 ppm menunjukan kadar = 66,84 %
2.
Konsentrasi
parasetamol 16 ppm menunjukan kadar = 90,02 %
3.
Konsentrasi
parasetamol 20 ppm menunjukan kadar = 92,88 %
4.
Konsentrasi
parasetamol 50 ppm menunjukan kadar = 80,88 %
5.
Konsentrasi
parasetamol 150 ppm menunjukan kadar = 100 %
Dari
hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan pada 150 ppm.
XII. Daftar Pustaka
Ø Martin. A, 1991, Farmasi Fisika Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Ø Anief. Moh, 2007, Farmasetika, UGM Press, Jakarta
Ø Modul
Penuntun Praktikum Fisika Farmasi
Ø Voight, R.
1994. Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press
Ø Atkins'
Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
Tidak ada komentar:
Posting Komentar