Minggu, 22 Juni 2014

Laporan Praktek Pembuatan Emulsi


I PENDAHULUAN
1.1  Tujuan Praktikum
·         Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan emulsi
·         Mahasiswa dapat menentukan nilai HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan sediaan emulsi
·         Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas emulsi
·         Mahasiswa mampu memahami evaluasi sediaan emulsi
1.2  Prinsip Praktikum
·         Penentuan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulssi sesuai dengan konsentrasi surfaktan sesuai formulasi.
·         Pembuatan sediaan emulsi dengan terlebih dahulu mencampurkan fase air dengan tween 80 dan fase minyak dengan span 80, kemudian kedua fase tersebut dicampurkan pada suhu 70oC hingga terbentuk suatu emulsi.
·         Evaluasi stabilitas sediaan emulsi dengan  mengamati apakah terjadinya pemisahan antara fase minyak dan fase air dalam suatu system emulsi.
                  


II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling agar memperoleh emulsa yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan dulu dalam air panas dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai.
Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena viskositas larutannya yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator adalah merupakan campuran dengan emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo, Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-lainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.
Emulsa dapat dibedakan dalam:
1.      Emulsa Vera (Emulsi alam) dan
2.      Emulsa Spuria (Emulsi buatan)
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab, dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah 1,5 x berat PGA.

2.2  Definisi Sulfaktan
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui.



2.3  Tipe Emulsi
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air), sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
  1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).       
  2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o).
            Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat.
            Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas
  2. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4 bagian meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
  3. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :
1.      flokulasi dan creaming
Ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
2.      Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja, tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan nonpolar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke fasa minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih kuat maka akan membentuk emulsi air dalam minyak. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-nonpolar dari surfaktan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang ditambahkan adalah  metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
2.4  Nilai HLB
HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa hidrofilik (suka air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
HARGA HLB K E G U N A A N
1 – 3 Anti foaming agent
4 – 6 Emulgator tipe w/o
7 – 9 Bahan pembasah ( wetting agent)
8 – 18 Emulgator tipe o/w
13 – 15 Detergent
10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent)




Rumus I
A % b = ((x – HLB b)/ HLB a – HLB b) x 100 %
B % a = ( 100% – A%)
Keterangan :
x = Harga HLB yang diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah
Rumus II
(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = (B campuran x HLB campuran)

2.2 URAIAN BAHAN
1. Oleum Ricini (Sumber FI III, hlm. 459)
Ø  Nama Lain           : Minyak Jarak
  Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh   dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas.
Ø  Pemerian              : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hamper tidak
berwarna, bau lemah ; rasa manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
Ø  Kelarutan             : larut dalam 2,5 bagian etanol (90 %) P , mudah larut
dalam etanol mutlak dan dalam asetat glacial P.
Ø  Bobot per mL       : 0,953 gram – 0,964 gram.
Ø  Khasiat                 : laksativum.
Ø  Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.
2. Air suling (Sumber FI III hlm 96)
Ø  Nama Resmi          : Aqua destillata
Ø  Nama Lain                        : aquades, air suling
Ø  RM\BM                 : H2O\18,02
Ø  Pemerian               : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Ø  Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup rapat.
Ø  Penggunaan           : Sebagai fasa cair
3. Span 80 (Handbook Pharmacy, 121)
Ø  Nama Resm           : Sorbotin Monooleat
Ø  Nama lain              : Span 80
Ø  Pemerian               : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak
Ø  Kelarutan              : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas.
Ø  Peyimpanan           : Dalam wadah tertutup rapat
Ø  Kegunaan              : Sebagai emulgator tipe minyak
Ø  HLB butuh            : 4,3
4.      Tween 80 (Handbook Pharmacy, 347)
Ø  Nama Resmi          : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate
Ø  Nama lain              : Tween 20
Ø  Pemerian               : Cairan kental seperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam lemak
Ø  Kelarutan              : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
Ø  Peyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik
Ø  Kegunaan              : Sebagai emulgator tipe air
Ø  HLB butuh            :15,0




III METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
ALAT
BAHAN
Ø  Timbangan
Ø  Mortir dan Stamper
Ø  Batang pengaduk
Ø  Gelas ukur
Ø  Pipet tetes
Ø  Kaca Arloji
Ø  Cawan porselin
Ø  Oleum Richini
Ø  Tween 80
Ø  Span 80
Ø  Aquadest

R/
            Oleum Richini             10 gram
            Tween 80                    2,5 gram
            Span 80                      
            Aquadest                     ad 50 gram
           
 
2.2  Formulasi




2.3 Perhitungan HLB butuh
·         HLB butuh yang digunakan yaitu 12
·         Konsentrasi Surfaktan 2,5 gram
·         HLB Tween 80 15,0       HLB Span 80 4,3
·         Twee 80  =   x 100
                =   x 100 %
                =  x 100 % = 71,96%
·         Penimbangan Tween 80 =  x 2,5 gram = 1,799 gram ~ 1,8 gram
·         Span 80           = 100 % - 71,96% = 28,04%
·         Penimbangan Span 80 = 0,701 gram
2.4 Penimbangan Bahan
Penimbangan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Emulsi sebanyak 2 Botol
1.      Oleum Richini           10 gram       x 2           = 20 gram
2.      Tween 80                  1,8 gram      x 2           = 3,6 gram
3.      Span 80                     0,701 gram  x 2           = 1,402 gram
4.      Aquadest                  ad                                100 mL

     2.5 Prosedur Pembuatan
ü  Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
ü  Tara botol coklat 50 gram
ü  Panaskan aquadest
ü  Timbang Oleum Richini, Span 80, Tween 80.
ü  Masukan Span 80 dalam fase minyak (Oleum Richini). Panaskan hingga suhu 70oC.(Campuran 1)
ü  Masukan Tween 80 dalam fase air. Panaskan hingga suhu 70oC. (Campuran 2)
ü  Panaskan mortir dengan air panas.
ü  Masukan campuran 2 dan campuran 1 dalam mortir. Aduk ad hingga dingin.
ü  Tambahkan aquadest ad 100mL.
ü  Timbang emulsi dalam botol 50 gram
ü  Lakulan evaluasi terhadap sediaan emulsi.

     2.6 Evaluasi Sediaan
1. Uji Pemerian
·         Keadaan yang di amati yaitu :
-          Warna,
-          Rasa,
-          Bau,
-          Kelarutan.
Pemberian dikatakan baik jika warna sirup tidak berubah dan bau tidak hilang.


2. Pemeriksaan BJ
·         Ditimbang piknometer kosong ( W pikno )
·         Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
·         Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
·         Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )
·         Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong, kemudian ditimbang ( Wpikno + emulsi )
·         Dihitung selisih antara W pikno + emulsi dan W pikno didapat W emulsi
·         Selanjutnya W emulsi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis emulsi
·         Massa jenis emulsi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat badan emulsi
·         Prosedur diatas juga dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.
3. Pemeriksaan pH
·         Emulsi yang telah jadi masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 mL
·         Lakukan pengukuran pH menggunakan pH meter dengan mencelupkannya dalam emulsi.
4. Volume Terpindahkan
·         Masukan emulsi yang telah dibuat dalam botol coklat 50 gram yang telah di tara.
·         Tuang emulsi dari dalam botol ke dalam gelas ukur 100 mL
·         Amati volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah dibuat
5. Pemeriksaan Viskositas
          Mengukur viskositas emulsi menggunakan Viskometer Brookfield :
·    Masukan emulsi kedalam beaker glass
·    Pasang alat brookfield dan masukan spindel dalam emulsi
·    Pilih pengatur kecepatan; amati jarum penunjuk pada saat konstan
·    Catat angka yang ditunjuk jarum; hitung viskositasnya.
                  

IV HASIL PENGAMATAN
     4.1 . Uji Pemerian  
·         Bentuk            : Emulsi tipe M/A (minyak dalam air)
·         Warna sirup     : Putih susu
·         Bau sirup         : Minyak Jarak
·         Rasa                : Hambar

4.2  Pemeriksaan pH
ü  Derajat keasaman sediaan emulsi yang dibuat adalah pH 7,3 (sediaan bersifat Basa Lemah).

4.3  Pemeriksaan BJ
Perhitungan BJ
W pikno           = 17,30029 g
Wp + air          = 45,1883 g/ml
W air                = 45,1883 g – 17,30029 g = 27,8880 g/ml
Wp + emulsi    = 45,1570  g/ml
W emulsi         = 45,1570 g/ml – 17,30029 g = 27,8567g/ml
Massa jenis emulsi       =  =  = 0,9988 g/ml
BJ                                =  = 0,9988

4.5 Volume Terpindahkan
Volume terpindahkan dari pembuatan sediaan emulsi adalah 104 mL.
4.6 Uji Viskositas
Kecepatan     : 30 rpm           Koefisien         : 10
Spindel          : 2                    Skala               : 6
Viskositas     = Skala x koefisien
                        =     2    x   10
                        = 60 cP

4.7 Pengamatan Kestabilan Emulsi
HLB Butuh
Volume Awal
(Vo)
Volume Akhir (Vu)
F
Fase Minyak
Fase Air
12
104 mL
31 mL
73 mL
0,4246

F (Volume Sedimentasi) =  
F =  = 0,4246
Keterangan  :
Setelah emulsi disimpan selama 24 jam, terbentuk lapisan – lapisan  dengan konsentrasi yang berbeda – beda dalam suatu emulsi (Creaming). Lapisan dengan konsentrasi yang lebih pekat akan berada dibagian atas atau bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dalam sistem emulsi m/a (minyak dalam air) ini terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dimana fase minyak berada dibagian atas dan fase air berada dibawah. Hal itu dikarenakan bobot jenis oleum ricini lebih rendah dari pada air. Tetapi setelah dilakukan pengocokan kembali emulsi kembali terdispersi kebentuk semula.


V. PEMBAHASAN
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini  digunakan dua surfaktan yang dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan HLB minyak yang dibutuhkan.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah aquadest yang dicampur dengan tween 80.Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai laksativum.
            Dalam pembuatan emulsi oleum ricini, terlebih dahulu dihitung berapakah nilai HLB butuh yang akan digunakan dalam pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan HLB campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk emulsi yang stabil. Dimana nilai HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance) sendiri merupakan angka yang menunjukan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilk dan lipofilk yaitu tween 80 dan span 80 sebagai surfaktan yang menjadi emulgator dalam pembuatan emulsi oleum ricini. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofilk dan lipofilk segaligus dalam molekulnya, oleh karena itu surfaktan digunakan sebagai emulgator yang berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air.
            Nilai HLB butuh yang digunakan adalah 12. Dari hasil perhitungan nilai HLB buth maka diketahui penimbangan tween 80 dan span 80 untuk setiap 50 gram emulsi yaitu 1,8 gram dan 0,701 gram.
            Pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan mencapurkan fase minyak dengan Span 80 dan fase air dengan tween 80. Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air sedangkan span 80 bersifat nonpolar sehinggan dapat bercampur dengan minyak. Masing-masing campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu 70oC. Pembuatan emulsi dilakukan pada suhu yang sama yaitu 70oC untuk mencegah pemisahan kembali antara fase minyak dan fase air yang telah dicampurkan. Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian dimasuka ke dalam botol yang telah ditara 50 gram. Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat.
Emulsi oleum ricini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk mengetahui kestabilan fisik dari sediaan, namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah ditara dalam botol. Volume terpindahkannya yaitu 104 mL. Sediaan emulsi mengalami kelebihan volume sebanyak 0,4 mL.
Sediaan emulsi yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak dalam air, berwarna putih susu, bau minyak jarak serta rasa yang hambar dan lama kelamaan menimbulkan rasa mual. Rasa mual tersebut disebabkan oleh sifat pemerian dari oleum ricini itu sendiri. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 7,3. Kemudian dilakukan evaluasi viskositas dari emulsi menggunakan viskometer Brookfield. Hasij uji viskositas dapat diketahui viskositas sediaan emulsi  sebesar 60 cP. Viskositas ini mempengaruhi kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang mempunyai viskositas yang lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air selama penyimpanan. Bobot jenis emulsi sebesar 0,9988 gram/mL. Bobot jenis emulsi lebih rendah dibandingan dengan bobot jenis air, hal itu dikarenakan dalam emulsi mengandung fase minyak yaitu oleum ricini, dimana oleum ricini memiliki bobot jenis yang lebih rendah dibandingkan air yaitu 0,953 gr/ml – 0,964 gr/ml. Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari sediaan emulsi yang kami dapat tidak sesuai dengan literatur, hal itu disebabkan karena adanya kelebihan dalam penambahan aquadest sehingga bobot jenis menjadi lebih besar dari literatur.
Setelah pembuatan, emulsi kemudian didiamkan selama 24 jam untuk mengamati kestabilan dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Setelah didiamkan selama 24 jam emulsi terlihat tidak stabil karena terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air. Volume fase minyak yang terbentuk  adalah 31 mL dan volume fase air yang terbentuk adalah 73 mL dengan nilai F sebesar 0,4246.  Fase minyak berada dibagian atas dan fase minyak berada dibagian bawah, itu disebabkan oleh bobot jenis oleum ricini lebih rendah dibandingkan dengan air.


VI. KESIMPULAN

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah aquadest yang dicampur dengan tween 80. Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai laksativum.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sediaan emulsi, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      Uji Organoleptik : sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (m/a), berwarna putih susu, bau minyak jarak dan rasa hambar diikuti mual.
2)      Uji Pemeriksaan pH ; pH sediaan emulsi adalah 7,3
3)      Uji Pemeriksaan Bobot Jenis : Bobot jenis sediaan emulsi adalah 0,9988. BJ sediaan tidak memenuhi persyaratan.
4)      Uji Viksositas diperoleh sediaan emulsi dengan viskositas sebasar 60 cP.
5)      Volume terpindahkan emulsi adalah 104 ml dan setelah didiamkan selama 24 jam terbentuk creaming yaitu lapoisan yang memisahkan fase minyak dan fase air dengan nilai volume sedimentasi (F) sebesar 0,4246.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar