Minggu, 22 Juni 2014

Laporan Praktikum Fisika Farmasi KELARUTAN


LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA FARMASI
“KELARUTAN”

I.             Tujuan Praktikum
1.      Menentukan kelarutan suatu zat
2.      Mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
3.      Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

II.          Teori yang Terkait
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (1).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
·                     pH
·                     temperatur
·                     jenis pelarut
·                     bentuk dan ukuran partilel zat
·                     konstanta dielektrik pelarut
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air larutan gula

Sifat Larutan.
Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari cairan murni).
Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat Aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.
Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe Larutan
   Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut.
Zat Terlarut
Pelarut
Contoh
Gas
Gas
Udara
Zat Cair
Gas
Air dalam oksigen
Zat Padat
Gas
Uap iodium dalam udara
Gas
Zat Cair
Air berkarbonat
Zat Cair
Zat Cair
Alakohol dalam air
Zat Padat
Zat Cair
Larutan NaCl dalam air
Gas
Zat Padat
Hidrogen dalam paladium
Zat Cair
Zat Padat
Minyak mineral dalam parafin
Zat Padat
Zat Padat
Campuran emas-perak, campuran alum
   Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).
Disamping itu, kelarutan adalah fungsi sebuah parameter molekul.Pengionan struktur dan ukuran molekul stereokimia dan struktur elektronik. Semuanya akan mempengaruhi antar aksi pelarut dan terlarut, seperti pada bagian terdahulu, air membentuk ikatan hydrogen dengan ion atau dengan senyawa non ionik, sedangkan polar melalui gugus –OH, -NH, atau dengan pasangan elektron tak mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Ion atau molekul akan memperoleh sampel hidrat dan akan memisah dari bongkahan zat padat dan artinya melarut.
(Thomas Nagrady, 1992)
            Kelarutan dalam Farmakope Indonesia, diartikan dengan kelarutan pada suhu 200C (FI III) atau 250C (FI IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zatpadat atau 1 bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
            Kelarutan yang tanpa angka adalah kelarutan pada suhu kamar (250C) pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 gram zat padat atau 1 mL zat cair dalam sejumlah mL pelarut.
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut
Kurang dari 1
Mudah larut
1 – 10
Larut
10 – 30
Agak sukar larut
30 – 100
Sukar larut
100 – 1.000
Sangat sukar larut
1.000 – 10.000
Praktis tidak larut
Lebih dari 10.000
(Anief Moh, 2007)

            Larutan yang mengandung zat terlarut dengan konsentrasi maksimum sama dengan kelarutan yang disebut larutan jenuh. Pada suatu larutan jenuh, zat terlarut berada dalamkesetimbangan antara fase padat dengan ion-ionnya.
MX(s)  M+(aq) + X-(aq)
            Karena reaksi merupakan kesetimbangan, maka dalam suatu larutan jenuh terdapat suatu tetapan kesetimbangan yang disebut tetapan hasil kali kesetimbangan (Ksp).
(Anwar Budiman, 2004)
            Penetapan blanko, jika dalam pengujian dikehendaki penetapan blanko , dimadsudkan bahwa pengujian dilakukan dengan cara sama menggunakan pereaksi yang sama dan jumlah sama.
(Anonim, 1979)
(Martin, 1991)
LARUTAN IDEAL
            Larutan ideal merupakan zat padat dalam larutan ideal yang bergantung pada temperatur, titik leleh zat padat, panas molar , yaitu panas yang diarbsorbsi apabila meleleh. Dalam larutan ideal, panas pelarutan sama dengan panas peleburan, yang dianggap konstanta tidak bergantung pada temperatur. Kelarutan ideal tidak dipengaruhi oleh sifat pelarut. Persamaan yang diturunkan dari pertimbangan termodinamika untuk larutan ideal zat padat dalam cairan adalah :
-log X2i =
Keterangan :
-X2i                  = kelarutan ideal zat terlarut dalam fraksi mol
-T0                   = titik leleh zat terlarut padat dalam derajat mutlak
-T                    = suhu (K)
-R                    = tetapan gas

LARUTAN NON IDEAL
            Keaktifan zat terlarut dalam larutan dinyatakan sebagai konsentrasi dikalikan dengan koefisien keaktifan. Apabila konsentrasi diberikan dalam fraksi mol, keaktifan dinyatakan sebagai :
a2 = X2Y2
Dimana Y2 pada skala fraksi mol dikenal sebagai koefisien keaktifan rasional. Dengan mengubah logaritma, maka :
log a2 = log X2 - log Y2
Dalam larutan ideal a2 = X2i karena Y2 = 1 dan dengan demikian kelarutan ideal, persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk keaktifan sebagai :
-log a2 = -log X2i
                        =        

Bentuk (w)1/2 dikenal dengan parameter kelarutan dan ditujukkan oleh simbol 1 dan 2 untuk pelarut yang zat terlarut. Persamaan kemudian ditulis dalam bentuk logaritma umum sebagai :
Log Y2 = (1 2)2
(Martin dkk, 1990)
.
III.       Alat yang Dipergunakan
-          Beaker Glass 250 ml
-          Batang pengaduk
-          Erlenmeyer 250 ml
-          Labu ukur 50 ml
-          Labu Ukur 100 ml
-          Labu Ukur 1000 ml
-          Corong 75 mm
-          Kaca arloji
-          Gelas Ukur 100 ml
-          Kertas saring
-          Kertas perkamen
-          Pipet Ukur 10 ml
-          Pipet volume 1 ml
-          Spatel logam
-          Filler ball
-          Orbital Shaker
-          Spektrofotometer UV

IV.       Bahan yang Dipergunakan
-          Aquadest
-          Alkohol
-          Propilenglikol
-          Tween 80
-          Larutan NaOH 0,01 N
-          Paracetamol standar
-          Paracetamol sampel
V.          Cara Kerja
A.    Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Buat campuran pelarut sebagai berikut:
Air
Alkohol
Propilenglikol
100 ml
0 ml
0 ml
0 ml
100 ml
0 ml
0 ml
0 ml
100 ml
90 ml
10 ml
0 ml
80 ml
10 ml
10 ml


B.     Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Buatlah 50 ml larutan tween 80 dalam air:
Konsentrasi
Berat Tween 80
0,1% b/v
100 mg/ 100 ml
0,2 % b/v
200 mg/ 100 ml
0,3 % b/v
300 mg/ 100 ml
0,4 % b/v
400 mg/ 100 ml
0,5 % b/v
500 mg/ 100 ml


C.     Pembuatan kurva kalibrasi parasetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
Paracetamol = 100 mg/ 100 ml NaOH 0,01 N
Ppm
Ad
Volume
sampel
standar
sampel
standar
12
50 ml
100 ml
0,6 ml
1,2 ml
16
50 ml
100 ml
0,8 ml
1,6 ml
20
50 ml
100 ml
1 ml
2 ml
50
50 ml
100 ml
2,5 ml
5 ml
150
50 ml
100 ml
7,5 ml
15m

VI.       Gambar Alat yang Dipergunakan
No
Gambar
Nama Alat
1








Beaker glass
2








Batang pengaduk




3














Erlenmeyer 250 ml


4







Labu Ukur 50 ml, 100 ml dan 1000 ml


5






Corong 75 mm


6







Kaca arloji


7









Gelas ukur 100 ml
8

Pipet Ukur 10 ml

9













Pipet Volume

10
Filler
11
Orbital shaker

12

Spektrofotometer UV


VII.    Penimbangan
A.    Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1)      Paracetamol sampel
Sampel
AQ:AL:PG
100:0:0
AQ:AL:PG
0:100:0
AQ:AL:PG
0:0:100
AQ:AL:PG
90:10:0
AQ:AL:PG
80:10:10
Kertas kosong
0,13
0,1060
0,10
0,1003
0,10
Kertas + sampel
0,23
0,2128
0,20
0,2003
0,20
Kertas + sisa
0,13
0.1090
0,10
0,1004
0,10
Berat sampel
0,10
0,1038
0,10
0,0999
0,10

2)      Paracetamol standar
Sampel
AQ:AL:PG
100:0:0
AQ:AL:PG
0:100:0
AQ:AL:PG
0:0:100
AQ:AL:PG
90:10:0
AQ:AL:PG
80:10:10
Kertas kosong
0,13
0,0980
0,09
0,1056
0,10
Kertas + sampel
0,23
0,1987
0,19
0,2056
0,20
Kertas + sisa
0,13
0.0980
0,10
0,1060
0,10
Berat sampel
0,10
0,1007
0,09
0,0996
0,10
Ket: AQ=Aquadest, AL=Alkohol, PG= Propilenglikol
B.     Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1)      Paracetamol sampel
Sampel
0,1% b/v
0,2 % b/v
0,3% b/v
0,4% b/v
0,5% b/v
Kertas kosong
0,11
0,1019
0,10
0,1004
0,09
Kertas+ sampel
0,21
0,2052
0,20
0,2004
0,19
Kertas +sisa
0,11
0.1024
0,10
0,1005
0,09
Berat sampel
0,10
0,1028
0,10
0,0999
0,10

2)      Paracetamol standar
Sampel
0,1% b/v
0,2 % b/v
0,3% b/v
0,4% b/v
0,5% b/v
Kertas kosong
0,13
0,1127
0,08
0,1015
0,10
Kertas+ sampel
0,23
0,2135
0,18
0,2015
0,20
Kertas +sisa
0,13
0.1135
0,09
0,1023
0,10
Berat sampel
0,10
0,1000
0,09
0,0992
0,10

C.     Pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
1)      Paracetamol sampel
Sampel
12 ppm
16 ppm
20 ppm
50 ppm
150 ppm
Kertas kosong
0,12
0,1060
0,10
0,1004
0,10
Kertas+ sampel
0,22
0,2127
0,20
0,2004
0,20
Kertas +sisa
0,12
0.1065
0,10
0,1004
0,10
Berat sampel
0,10
0,1062
0,10
0,1000
0,10

2)      Paracetamol standar
Sampel
12 ppm
16 ppm
20 ppm
50 ppm
150 ppm
Kertas kosong
0,14
0,1099
0,09
0,1005
0,10
Kertas+ sampel
0,24
0,2100
0,19
0,2005
0,20
Kertas +sisa
0,14
0.1100
0,10
0,1006
0,10
Berat sampel
0,10
0,1000
0,09
0,099
0,10

VIII. Hasil Percobaan dan Pengamatan
A.    Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Campuran Pelarut
Berat sampel
Transmitan (T)
Absorban (A)
%kadar
Standar
Sampel
Standar
Sampel
Standar
Sampel
AQ:AL:PG
100:0:0
0,1000
0,1000
0,9
0,9
0,04575
0,0457
100 %
AQ:AL:PG
0:100:0
0,1007
0,1038
2,0
2,1
-0,30102
-0,3221
103,84 %
AQ:AL:PG
0:0:100
0,0900
0,1000
93,3
92,5
-1,97021
-1,96617
89,81 %
AQ:AL:PG
90:10:0
0,0996
0,0999
0,9
0,8
0,04575
0,09691
211,18 %
AQ:AL:PG
80:10:10
0,1000
0,1000
8,5
9,0
-0,92944
-0,95424
102,66 %

B.     Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Konsentrasi surfaktan
Berat sampel
Transmitan (T)
Absorban (A)
%kadar
Standar
Sampel
Standar
Sampel
Standar
Sampel
0,1% b/v
0,1000
0,1000
3,3
3,3
-0,51851
-0,51851
100 %
0,2% b/v
0,1000
0,1028
6,7
7,7
-0,82607
-0,88649
104,39 %
0,3% b/v
0,0900
0,1000
16,2
14,4
-1,20957
-1,15839
86,19 %
0,4% b/v
0,0992
0,0999
40,5
40,6
-1,60747
-1,60853
99,36 %
0,5% b/v
0,1000
0,1000
18,0
20,1
-1,25531
-1,30320
103,81 %

C.     Pembuatan kurva kalibrasi parasetamol dalam larutan NaOH 0,01 N
Volume
ppm
Berat sampel
Transmitan (T)
Absorban (A)
% Kadar
Standar
Sampel
Standar
Sampel
Standar
Sampel
Standar
Sampel
1,2 ml
0.6 ml
12
0,1000
0,1000
17,6
6,8
-1,24551
-0,83250
66,84 %
1,6 ml
0,8 ml
16
0,1000
0,1062
11,0
9,9
-1,04139
-0,99563
90,02 %
2 ml
1ml
20
0,0900
0,1000
5,4
5,7
-0,73239
-0,75587
92,88 %
5 ml
2,5 ml
50
0,0990
0,1000
0,8
1,2
0,09691
-0,07918
80,88 %
15 ml
7,5 ml
150
0,1000
0,1000
0,7
0,7
0,15490
0,15490
100 %

IX.       Perhitungan-perhitungan

A.    Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1.      Pelarut= Air:Alkohol:Propilenglikol= 100 ml:0 ml: 0 ml
T  sampel = 0,9
A = log
= log
= log 1,11111
= 0,04575

T  standar = 0,9
A = log
= log
= log 1,11111
= 0,04575

% kadar        =
                        =
                        = 1 x 1 x 100%
                        = 100%
2.      Pelarut= Air:Alkohol:Propilenglikol= 0 ml: 100 ml: 0 ml
                T sampel = 2,1
A     = log
= log
                                = log 0,47619
                                = -0,32221
T Standar = 2,0
A     = log
= log
                = l0g 0,5
                = -0,30102

Kadar %                =
                                =
                                = 103,84%

3.      Pelarut= Air:Alkohol:Propilenglikol= 0 ml:0 ml: 100 ml
T  sampel = 92,5
A = log
= log
= log 0,01081
= -1,96617

T  standar = 93,3
A = log
= log
= log 0,01071
= -1,97021

% kadar    =
                        =
                        = 0,99794 x 0,9 x 100%
                        = 89,81%
4.      Pelarut= Air:Alkohol:Propilenglikol= 90 ml: 10 ml: 0 ml
T  sampel = 0,8
A = log
 = log
= log 1,25
= 0,09691

T  standar = 0,9
A = log
 = log
= log 1,1111
= 0,04575

% kadar                =
        =
        = 2,11825 x 0,99699 x 100%
        = 211,18 % ( tidak sesuai )
5.      Pelarut= Air:Alkohol:Propilenglikol= 80 ml: 10 ml: 10 ml
T  sampel = 9,0
A = log
 = log
= log 0,11111
= - 0,95424

T  standar = 8,5
A = log
 = log
= log 0,11764
 = -0,92944

% kadar                =
        =
        = 1,02668 x 1 x 100%
        = 102,66%

B.     Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.      Tween 80 0,1 % b/v
T  sampel = 3,3
A = log
 = log
= log 0,30303
= - 0,51851

T  standar = 3,3
A = log
 = log
= log 0,30303
 = -0,51851

% kadar                =

                        =
                        = 1 x 1 x 100%
                        = 100%

2.      Tween 80 0,2 % b/v
T Sampel = 7,7
A             = log
= log
                = log 0,12987
= -0,88649

T Standar = 6,7
A             = log
= log
                = log 0,14925
                = -0,82607

Kadar %                =
                                =
                                = 104,39 %

3.      Tween 80 0,3 % b/v
T  sampel = 14,4
A = log
= log
= log 0,06944
= - 1,15839

T  standar = 16,2
A = log
= log
= log 0,06172
= -1,20957

% kadar                =

        =
        = 0,95768 x 0,9 x 100%
        = 86,19 %

4.      Tween 80 0,4 % b/v
T  sampel = 40,6
A = log
= log
= log 0,02463
= - 1,60853

T  standar = 40,5
A = log
= log
= log 0,02469
= -1,60747

% kadar                =

        =
        = 1,00065 x 0,99299 x 100%
        = 99,36 %

5.      Tween 80 0,5 % b/v
T  sampel = 20,1
A = log
= log
= log 0,04975
= - 1,30320

T  sampel = 18,0
A = log
= log
= log 0,05555
= -1,25531

% kadar                =

        =
        = 103,81 %

C.     Pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam NaOH 0,01 N
a.       Perhitungan volume pengenceran kurva kalibrasi paracetamol
·         Kelompok 1
1.         PCT sampel
Ppm     = 12
Ppm     =
12        =
12        = 1 x
600     = 1000 V
V          = 0,6 ml

2.         Pct standar
Ppm     =
12        =
12        = 1 x
1200   = 1000 V
V          = 1,2 ml

·         Kelompok 2
1.         PCT sampel
Ppm     = 16
Ppm     =
16        =
16        = 1 x
800     = 1000 V
V          = 0,8 ml

2.         Pct standar
         Ppm     =
16        =
16        = 1 x
1600   = 1000 V
V          = 1,6 ml


·         Kelompok 3
1.       PCT sampel
Ppm     = 20
Ppm     =
20        =
20        = 1 x
1000   = 1000 V
V          = 1 ml

2.       Pct Standar
Ppm     =
20        =
20        = 1 x
2000   = 1000 V
V          = 2 ml

·         Kelompok 4
1.       PCT sampel
Ppm     = 50
Ppm     =
50        =
50        = 1 x
2500     = 1000 V
V          = 2,5 ml

2.       Pct Standar
Ppm     =
50        =
50        = 1 x
5000   = 1000 V
V          = 5 ml

·         Kelompok 5
1.       PCT sampel
Ppm     = 150
Ppm     =
150        =
150                      = 1 x
7500     = 1000 V
V          =7, 5 ml

2.       Pct Standar
Ppm     =
150      =
150      = 1 x
15000   = 1000 V
V          = 15 ml

b.      Perhitungan kadar kurve kalibrasi paracetamol
1.      Konsentrasi 12 ppm
T  sampel = 6,8
A     = log
= log
= log 0,14705
= -0,83250

T  standar = 17,6
A     = log
= log
= log 0,5681
= -1,24551

% kadar                =
=
                 = 0,66840 x 1 x 100% = 66,84%

2.      Konsentrasi 16  ppm
T Sampel = 9,9
A             = log
                = log
                = log 0,10101
                = -0,99563

T  Standar = 11,0
A             = log
                = log 0,09090
                = -1,04139

Kadar % =
                =
                = 90,02 %

3.      Konsentrasi 20 ppm
T  sampel = 5,7
A     = log
= log
= log 0,17543
= -0,75587

T  standar =  5,4
A     = log
= log
= log 0,18518
= -0,73239

% kadar                =
= 
                 = 1,03205 x 0,9 x 100%
= 92,88%

4.      Konsentrasi 50 ppm
T  sampel = 0,8
A     = log
= log
= log 1,25
= 0,09691

T  standar = 1,2
A     = log
= log
= log 0,83333
= -0,07918

% kadar                =
=
                 = -1,22392 x 0,99 x 100%
= 80,88%

5.      Konsentrasi 150 ppm
T  sampel = 0,7
A     = log
= log
= log 1,42857
= 0,15490

T  standar = 0,7
A     = log
= log
= log 1,42857
= 0,15490

% kadar                =
=
= 1 x 1 x 100%
= 100 %

X.          Pembahasan
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen.
Secara kuantitatif, kelarutan merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja.Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Pada praktikumini, zat yang diuji sebagai sampel dan standar adalah parasetamol.Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut campur dan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan parasetamol serta untuk membuat kurva kalibrasi parasetamol.
Pada praktikum pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan parasetamol, menggunakan pelarut tunggal dan pelarut campuran air, alcohol dan propilenglikol dengan perbandingan yang berbeda.Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut atau polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul.Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
Ø  Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal. 
Ø  Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
Ø  Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah.Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar.Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
Menurut FI IV hal 649, parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N dan mudah larut dalam etanol.Sementara itu, Menurut FI III hal 37, parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol p; larut dalam larutan alkali hidroksida. Dari percobaan beberapa perbandingan pelarut campur didapatkan kurva sebagai berikut:
Dari kurva diatas terlihat kadar paracetamol yang tidak jauh berbeda, terkecuali pada campuran pelarut air,alcohol, propilenglikol (90;10;0), kadar paracetamol yang didapat dengan campuran pelarut air,alcohol, propilenglikol (90;10;0) adalah 211,18%, Kadar ini kurang sesuai dengan literature yang kami peroleh, dimana parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%. Dan kadar parasetamol tertinggi terdapat pada 100% pelarut alcohol. Namun kurang sesuai dengan literature. Dan kadar parasetamol yang sesuai dengan literature terdapat pada 100% pelarut air.
Pada praktikum juga dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh penambahan surfaktan tween 80 pada kelarutan parasetamol.Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar.apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).Menurut literatur yang kami dapat bahwa penambahan surfaktan dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara serbuk paracetamol dengan air. Dan didapatkan kurva sebagai berikut:
Dari kurva diatas kadar paracetamol terendah didapat pada penambahan tween 80 0,4% b/v didapatkan kadar paracetamol 86,19%. Kadar paracetamol tertinggi didapatkan pada penambahan tween 80 0,2% b/v yaitu 104,39%.Sehingga dari kurva diatas, kami belum dapat membuktikan yaitu semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi suatu zat semakin banyak yang didapatkan.
Pada pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam larutan NaOH 0,01 N didapatkan kurva sebagai berikut:

            Dari grafik diatas, dapat dilihat kadar terendah didapat pada pengenceran parasetamol 12 ppm yaitu 66,84%. Dan kadar tertinggi terdapat pada pengenceran parasetamol 150 ppm yaitu 100,0%.Sehingga dari kurva diatas dari sebagian besar data yang kami peroleh, dapat dilihat semakin tinggi pengenceran/ppm yang dilakukan maka semakin tinggi pula kadarnya.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi sehingga kadar kurang sesuai, karena :
Ø  Kurang telitinya dalam penimbangan zat uji pada sampel maupun standar
Ø  Kurang lamanya dalam pengocokan sehingga masih ada sampel yang belum larut atau pada saat penyaringan terdapat zat yang tidak terlarut yang terbawa sehingga tidak didapat larutan yang jenuh.
Ø  Kurang telitinya dalam penggunaan dan pembacaan transmitter pada spektrofotometer UV
XI.       Kesimpulan
A.    Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1.      Pelarut Air 100% didapatkan kadar paracetamol = 100 %
2.      Pelarut Alkohol 100% didapatkan kadar paracetamol = 103,84 %
3.      Pelarut Propilenglikol 100% didapatkan kadar paracetamol = 89,81 %
4.      Pelarut Air 90%: Alkohol 10% didapatkan kadar paracetamol = 211,18 %
5.      Pelarut Air 80 %: Alkohol 10% : Propilenglikol 10% didapatkan kadar paracetamol = 102,66 %
Dari hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan dari campuran pelarut alcohol 100%.
B.     Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.      Penambahan tween 80 0,1 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 100 %
2.      Penambahan tween 80 0,2 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 104,39 %
3.      Penambahan tween 80 0,3 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 86,19 %
4.      Penambahan tween 80 0,4 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 99,36 %
5.      Penambahan tween 80 0,5 % b/v didapatkan kadar paracetamol = 103,81 %
Dari hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan pada penambahan tween 80 0,2 % b/v.

C.     Pembuatan kurva kalibrasi paracetamol dalam NaOH 0,01 N
1.      Konsentrasi parasetamol 12 ppm menunjukan kadar = 66,84 %
2.      Konsentrasi parasetamol 16 ppm menunjukan kadar = 90,02 %
3.      Konsentrasi parasetamol 20 ppm menunjukan kadar = 92,88 %
4.      Konsentrasi parasetamol 50 ppm menunjukan kadar = 80,88 %
5.      Konsentrasi parasetamol 150 ppm menunjukan kadar = 100 %
Dari hasil percobaan, kadar paracetamol tertinggi didapatkan pada 150 ppm.

XII.    Daftar Pustaka
Ø  Martin. A, 1991, Farmasi Fisika Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Ø  Anief. Moh, 2007, Farmasetika, UGM Press, Jakarta
Ø  Modul Penuntun Praktikum Fisika Farmasi
Ø  Voight, R. 1994. Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press
Ø  Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins



Tidak ada komentar:

Posting Komentar